Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Naufal Fauzy
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Dinding rumahnya yang terbuat dari anyaman bambu rupanya menaruh sebuah kisah cinta abadi.
Rumah berukuran 3 X 4 meter itu dihuni nenek berusia 96 tahun.
Dia tinggal sendiri di Jalan Veteran, Kampung Kubang, Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Tempat yang ditinggali Mak Roni tak lagi tegak berdiri.
Rumahnya sudah sedikit miring.
Belum lagi dinding anyaman bambu yang sudah rapuh di banyak bagian.
Mak Roni tinggal seorang diri.
Dia pernah tinggal dengan anak satu-satunya di tempat lain.
Tapi, itu hanya beberapa waktu saja.
Mak Roni memutuskan untuk kembali ke rumah tersebut.
Alasannya karena ia tak tega meninggalkan sang suami seorang diri.
Padahal, suami Mak Roni, Ki Eno sudah wafat 15 tahun silam.
Saat TribunnewsBogor.com pada Senin (17/4/2017) berkunjung ke rumah Mak Roni memang tak ada yang berbeda disana.
Sang suami pun tak tampak di rumahnya.
Di rumahnya ada tiga ruangan.
Satu kamar tidur Mak Roni.
Satunya lagi digunakan sebagai dapur.
Tapi ada yang berbeda di satu dari tiga ruangan di rumah Mak Roni.
Ruangan itu hanya ada bale ukuran kecil dan sejumlah ember.
Tak ada kasur, bahkan jendela.
Rupanya bale itu sebagai penutup makam Ki Eno, suami dari Mak Roni.
Kotak yang terbuat dari kayu itu digunakan sebagai penutup makam.
"Alim, alim ninggalkeun caroge (tidak mau ninggalin suami)," kata Mak Roni.
Makam Ki Eno, suami Mak Roni yang dimakamkan di dalam rumah
Ki Eno sendiri merupakan lelaki asal Cirebon.
Tak banyak informasi yang bisa didapat dari Mak Roni.
Nenek penjual selai pisang ini tak menguasai bahasa Indonesia.
Mak Roni memang sengaja menyemayamkan suaminya di dalam rumah.
Belum jelas apa alasan Mak Roni melakukan itu.
Bukan tak pernah diimbau, Ketua RW 7, Tata, mengaku sudah beberapa kali membujuk Mak Roni untuk pindah ke rumah yang kondisinya lebih layak.
"Sebetulnya kami sudah berupaya memindahkan Mak Roni ke tempat lain ke suatu tempat, tapi Mak Roni sendiri menolak karena mungkin dia tetep saking setianya atau entah kenapa dia ngerasa di dalam itu ada makam suaminya yang memang tak mau ia tinggalkan," jelas Tata.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Mak Roni memproduksi selai pisang.
Selai itu dijual Rp 12 ribu per kilonya.