Laporan Wartawan Tribun Jateng, Rahdyan Trijoko Pamungkas
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang memeriksa tujuh saksi dalam kasus kredit fiktif yang terjadi di 11 unit BRI di Kota Semarang.
Pembobolan bank ini berlangsung dalam rentang waktu November 2016-Februari 2017.
Para saksi itu adalah Mundhi Mahardani, M Romadhon, Raden Tommy Miftakhurahman, Teguh Suryadi, Ragil Yudi Hermanto, Agus Tristanto alias Gepeng, dan Eka Diana Rachmawati.
Ketujuhnya selain menjadi saksi juga berstatus terdakwa pada kasus yang sama.
Mereka ternyata kompak menyatakan otak kredit fiktif itu adalah Iwan Prasetyawan Santoso, warga Pucanggading, Mranggen, Kabupaten Demak.
Komplotan ini mengajukan kredit fiktif di 11 unit BRI.
Masing-masing Unit Tanjung Mas, Johar, Pengaron, Abdulrahman Saleh, Majapahit, Semarang Timur, Semarang Barat, Ngaliyan, Bangetayu, Pedurungan, dan Mrican.
Terdakwa Ragil mengaku diminta Iwan menjadi pemohon kredit fiktif di dua kantor unit BRI.
Satu di antaranya adalah BRI Unit Abdulrahman Saleh.
Dia menggunakan syarat palsu untuk mengajukan kredit.
Kredit yang dicairkan bank Rp 60 juta. Waktu pencairan saya bawa istri palsu yang telah di-setting Iwan. Istri palsu itu Saudari Mundhi. Dari hasil pencairan kredit, saya diberi Rp 3 juta, Mundhi Rp 2 juta," terang Ragil di dalam ruang sidang, Kamis (18/5/2017).
Pengakuan yang sama disampaikan Agus yang berperan menjadi pemohon kredit fiktif di Unit Pedurungan.
Ia menggunakan KTP, KK, SIUP, buku nikah, dan sertifikat palsu untuk mengajukan kredit.
"Di permohonan kredit saya berperan menjadi suami Eka Diana Rachmawati. Semua syarat yang diajukan sudah disiapkan Iwan. Saya mendapat Rp 3 juta dan Eka mendapat Rp 2 juta," ujarnya.
Adapun Eka Diana dan Mundhi mengaku diminta Iwan berpura-pura menjadi istri pemohon kredit.
Iwan selalu menjemput keduanya setiap akan mencairkan kredit.
Setiap kali pencairan, masing-masing mendapatkan Rp 2 juta.
Adapun Raden Tommy berperan sebagai pemalsu seluruh dokumen pengajuan kredit.
Dia telah memalsukan 10 sertifikat hak milik.
Fee yang didapatkan dari Iwan sebanyak Rp 9 juta.
Keterangan para saksi itu tidak dibantah Iwan.
Dia memang memalsukan semua data persyaratan untuk mengajukan kredit.
Iwan juga men-setting tujuh orang ini menjadi pasangan suami istri.
"Semula saya mengajukan kredit menggunakan KTP palsu. Karena saat mengajukan kredit, hasil BI Checking saya jelek," ungkap Iwan.
Dia mengaku hanya mendapatkan uang Rp 150 juta dari total pencairan.
Otak pemalsuan ini juga menyatakan sempat mengangsur kredit selama beberapa bulan.
Hakim Bayu Isdiatmoko menyebut kasus kredit fiktif ini tak seluruhnya kesalahan terdakwa.
Menurutnya, pembobolan bisa terjadi karena BRI memiliki mekanisme pencairan kredit yang terlalu longgar.
"Meski begitu, yang dilakukan terdakwa tidak benar. Meski diangsur, tetap saja terdakwa salah karena telah melakukan pemalsuan," tandas Bayu.
Sidang selanjutnya beragendakan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) akan digelar pada 24 Mei.