Esthon bangga karena di atas tanah orangtuanya yang diserahkan kepada pemerintah dibangun jalan Soeharto. "
Menurut saya pantas nama Jenderal Soeharto dijadikan nama jalan dan nama jalan itu harus dipertahankan," katanya.
Pemilik Toko Aladin di Jalan Soeharto Kupang, Sutanto Rante memberi kesaksikan yang sama bahwa tanah untuk jalan itu diserahkan keluarga Foenay.
"Tanah untuk dijadikan Jalan Jenderal Soeharto ini milik Bapak Eben Foenay, beliau adalah raja. Dia kasih kepada pemerintah sekitar 30 meter di sisi kiri dan 30 meter di kanan. Di tanah itu ada pohon-pohon besar sebesar pelukan tangan tiga orang dewasa. Ada sekitar 30-40 pohon di sini yang dipotong untuk pelebaran jalan Soeharto saat itu," kata Sutanto.
Sutanto sudah ada di Kupang bersama orangtuanya sejak tahun 1952.
Mereka datang dari Sulawesi dan memulai usaha kecil-kecilan di tempat yang sama dari dulu sampai saat ini.
"Dulu datang ke Kupang umur saya enam tahun. Kala itu kami sudah tinggal di tempat ini dengan orangtua. Toko ini belum ada, mama saya penjahit. Kondisi jalan di depan masih kecil, lebarnya hanya dua meter setengah, dan berbatu-batu. Kalau ada dua mobil lewat, maka satu mobil di pinggir berhenti dulu baru satu bisa jalan," tutur Sutanto di tokonya, Selasa (6/6/2017).
Terkait ruas Jalan Soeharto, demikian Esthon Foenay, saat ini terasa sempit karena makin banya jumlah pengguna kendaraan bermotor.
Untuk memperluas ruas jalan itu tidak mudah mengingat sudah ada rumah penduduk, tempat usaha bahkan banyak bangunan bersejarah sehingga sayang jika harus dibongkar untuk perluasan jalan.
"Saya ingat zaman kepala Dinas PU NTT Pak Sitepu, ada wacana agar jalan Soeharto buat satu jalur saja. Mungkin wacana ini perlu didiskusikan kembali agar tidak terjadi kemacetan di ruas Jalan Jenderal Soeharto," kata Esthon Foenay.
Foenay berharap ada perbaikan papan nama jalan itu sehingga terlihat dan mudah dibaca masyarakat.
Tidak hanya papan nama Jalan Soeharto, namun juga papan nama jalan lainnya di Kota Kupang.
"Mungkin kita harus ubah beberapa nama jalan sehingga bisa disesuaikan dengan kondisi zaman. Inventarisir kembali ruas-ruas jalan yang ada juga inventarisi nama-nama tokoh nasional dan tokoh lokal yang bisa dijadikan nama jalan. Tidak harus di jalan besar, di jalan kecil dan lorong pun bisa menggunakan nama orang yang pernah berjasa untuk daerah. Tentunya harus ada pembahasan dan penetapan perda," kata Esthon.
Sementara itu, Dinas Perhubungan Provinsi NTT dan Dinas Pariwisata NTT tidak menyimpan data tentang sejarah penamaan Jalan Jenderal Soeharto.