Laporan Wartawan Tribun Jogja, Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Fosil lengkap ditemukan pertama kali Mbah Rusdi, petani dan pemilik tegalan di Dusun Kuwojo pada 7 Juni 2017.
Saat itu ia sedang menggali tanah untuk mencari sumber air di tegalan miliknya yang terletak di lereng sebuah bukit.
Tiba-tiba cangkulnya terantuk benda keras. Setelah dikupas hati-hati, Rusdi melihat tonjolan seperti batu, namun berserat.
Pria berusia 70 tahun itu mengaku langsung bisa membedakan benda itu batu atau fosil, berdasarkan pengalaman melihat benda purba sebelumnya.
"Saya lalu lapor Pak Modin (Kaur Kesra), kemudian Pak Modin lapor Pak Lurah. Akhirnya temuan itu digali dalam kotak lebih luas, hingga hampir tampak keseluruhan," kata Rusdi.
Temuan itu juga diteruskan ke Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, yang segera menurunkan tim pendahulu.
Baca: Gajah Purba di Grobogan Setinggi Atap Rumah dan Berat 12 Ton
Baca: Bumi Kuwojo Menyimpan Cerita Hidup Gajah Purba Jutaan Tahun Lalu
"Dibilang kaget ya tidak terlalu kaget, karena di sini memang sering ditemukan. Tapi saya senang fosil itu ada di tegalan saya," kata Mbah Rusdi sembari menambahkan dulu ia sering menemukan benda serupa, tapi karena tidak tahu hanya dibuang atau dipinggirkan ke pematang lahan.
"Bapak saya dulu malah pernah menjadikan balung tuwo itu umpak di rumah," imbuhnya.
Balung tuwo adalah sebutan warga setempat terhadap fosil binatang yang sudah membatu, atau mengalami pemfosilan sempurna.
Kepala Desa Banjarejo, Achmad Taufik, mengaku ia bergerak cepat begitu mendengar ada temuan fosil besar di wilayahnya.
Ia sangat terbantu kepedulian tokoh dan anggota komunitas pelestari fosil di desanya.
"Warga dan komunitas memang kemudian menggali lokasi hingga membuka kotak cukup lebar, sekitar 5x7 meter saat bulan puasa lalu. Penggalian dilakukan tiap malam sesudah tarawih. Akhirnya sebagian fosil itu tampak, dan yang menonjol dua gadingnya panjang," kata Taufik.
"Saya berkoordinasi dengan BPSMP Sangiran, dan kemudian ada tim pendahulu yang datang meninjau, sebelum diputuskan upaya penyelamatan secara terpadu dan sistematis. Kegiatan lapangan dimulai 12 Juli ini," lanjut lulusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UMY ini.
Achmad Taufik mengaku total melakukan upaya penyelamatan dan pelestarian benda purbakala karena ia merasa Banjarejo memiliki nilai dan potensi besar mendunia.
Sudah ribuan fragmen fosil fauna darat dan air ditemukan di Banjarejo dalam beberapa tahun terakhir.
Ini tidak termasuk aneka fragmen dan fosil purba yang sudah bablas ke tangan pengepul dan bandar perdagangan gelap fosil.
Jual beli fosil purba di Banjarejo sudah berlangsung bertahun- tahun tanpa bisa dikontrol pihak berwenang.
Karjono (60), bukan nama sebenarnya, mengaku sudah menjual banyak "balung tuwo" atau fosil ke pedagang dari Sragen dan Sangiran.
"Beberapa tahun lalu, saya nemu fosil kepala buaya utuh. Diambil pedagang dari Sragen. Saya waktu itu terima 1,2 juta rupiah," aku Karjono.
Tak lama sesudah itu, ia juga menemukan fosil gading gajah sepanjang tiga meter di sebuah tegalan dekat rumahnya di Banjarejo.
"Gading ini juga langsung diambil bakul dari Sangiran. Saya terima 1,5 juta," imbuh Karjono.
Karjono menyebut dia tidak sendirian berburu dan menjual fosil purbakala. Ada banyak orang yang melakukan hal yang sama.
Mereka biasanya berburu saat malam hari di sawah, tegalan, tebing dan alur sungai, perbukitan dan lembah-lembah di sekitar Banjarejo.
Para pemburu dari luar daerah juga kerap gentayangan. Umumnya, selalu membawa pulang hasil, entah fragmen-fragmen kecil maupun temuan-temuan besar yang tidak terdeteksi lagi.
Alur perdagangan itu umunnya mengarah ke Sragen dan berlanjut ke kolektor dalam dan luar negeri.
Bagi Achmad Taufik yang kerap disapa Mbah Lurah, dirinya kini punya tanggungjawab besar menyelamatkan aneka temuan dan peninggalan masa lalu di desanya.
Sejak tiga tahun terakhir, ia berusaha mengumpulkan temuan demi temuan fosil purba di rumahnya.
Koleksi besar pertamanya adalah fosil kepala kerbau purba (Bubalus paleokarabua) yang ditemukan di Kali Lusi, masuk wilayah Desa Kalangdosari, Ngaringan, Grobogan.
Fosil kerbau purba ini fantastis karena utuh dari tanduk, tengkorak, hingga tulang moncongnya.
"Fosil kerbau ini pernah saya bawa ke Pak Ganjar (Gubernur Jateng), dan langsung diminta ditindaklanjuti BPSMP Sangiran," kata Taufik mengenang peristiwa yang mengawali kerja kerasnya membangun "museum" di rumah pribadinya.
Sesudah itu aneka temuan fosil membanjir ke rumahnya dari warga dan komunitas pelestari fosil.
Ada gading gajah, gigi hiu putih, gigi buaya, tulang kuda sungai, geraham gajah, fragmen avertebrata maupun vertebrata, dan fosil tengkorak banteng, lengkap dengan dua tanduknya.