"Sampai sekarang saya belum terbiasa tinggal di pesisir seperti ini," ujar Abah Tisna.
Seumur hidupnya, Abah Tisna bekerja sebagai buruh tani, begitupun orangtuanya dulu, pertanian sudah menjadi bagian dari hidupnya sejak dahulu.
Abah Tisna mengaku tidak bisa beradaptasi ketika lingkungannya berubah menjadi pesisir waduk yang luas.
Dirinya mengaku tidak bisa berenang apalagi menyelam, juga tidak bisa memancing apalagi menggunakan perahu.
"Saya sudah terlalu tua untuk belajar, belajar berenang pun tidak berani, sulit paham," ujar Abah Tisna.
Karena itu kini, Abah Tisna tidak lagi memiliki pekerjaan untuk menghidupi dirinya dan keluarganya.
Uang ganti rugi dari pemerintah hanya cukup untuk membangun rumah alakadarnya, tak cukup bila sekaligus membeli lahan pertanian.
Maka, ketika Waduk Jatigede surut, nalurinya sebagai petani tidak bisa ditahan lagi, Abah Tisna menanami lahan basah tersebut dengan kacang tanah.
"Kalaupun rugi atau air naik sebelum panen, ya tidak apa-apa, ikhlas saja, setidaknya saya sudah ikhtiar," ujarnya.
Abah Tisna berharap ada bantuan bagi orang-orang sepuh sepertinya yang sudah tidak mungkin belajar menjadi nelayan atau menggunakan perahu.(*)