Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Anshari Hasyim
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Di antara banyak anak muda Aceh yang sukses di luar negeri, Agus Wandi adalah salah satu prototipenya.
Lelaki kelahiran Sibreh, Aceh Besar ini, telah melanglang buana ke berbagai belahan negara di dunia.
Prestasi yang paling membanggakan ia adalah salah satu aktivis yang berhasil masuk dan berkarier di markas United Nation (UN) atau Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Baca: Ganjar Tiba-tiba Mencopot Jam Tangannya Lalu Diberikan kepada Santri yang Ingin Menjadi Hacker
Agus menempati posisi mentereng di United Nation Development Program (UNDP), sebuah organisasi yang bernaung di bawah PBB sebagai spesialis kohesi sosial di Kepulauan Solomon.
Kepulauan Salomo adalah sebuah negara kepulauan di Samudra Pasifik bagian selatan yang terletak di sebelah timur Papua Nugini dan merupakan bagian dari Persemakmuran.
Negara ini terdiri atas 992 pulau yang secara keseluruhan membentuk wilayah seluas 28.450 kilometer per segi.
Agus saat ini menetap di Kota Damaskus, Suriah seperti informasi yang diperoleh Serambi dari laman facebooknya.
Baca: PKB Siap Dukung Ridwan Kamil Asalkan Pendampingnya Bukan Bima Arya
Sosok Agus Wandi di kalangan aktivis 98 di Aceh bukanlah orang baru.
Ia adalah pentolan sekaligus pendiri gerakan perlawanan rakyat Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR), sebuah gerakan mahasiswa di Aceh yang menuntut pencabutan Daerah Operasi Militer (DOM) dan melengserkan rezim Suharto.
Aktivis SMUR kerap turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi.
Agus Wandi ikut bergabung dalam aksi itu sebagai orator yang membuat kuping pejabat TNI/Polri di bawah rezim Suharto merah dan berdengung.
Akibat tindakannya yang kerap menentang dan menyuarakan ketidakadilan pemerintah terhadap Aceh, Agus Wandi pernah dicap sebagai musuh negara nomor satu oleh Danrem 012 Teuku Umar, Syarifuddin Tipe.
Baca: Bergetar Tangan Saya Disalami Presiden
Tindakannya yang paling menghebohkan adalah ketika ia menginterupsi Mendagri Syarwan Hamid dalam pidato resminya di Anjong Mon Mata, Pendopo Gubernur Aceh.
Kala itu Syarwan tergagap. Dan dia pun harus mengubah haluan bicaranya, sebagaimana maksud interupsi Agus Wandi, bahwa di Aceh telah terjadi kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat oleh negara.
Karena itu pula negara harus bertanggungjawab.
Dalam tulisannya, "Mengenang SMUR, Mengingat Agus Wandi", pemerhati sosial politik Aceh M Alkaf menyebutkan Agus Wandi adalah aktivis Aceh yang menyuarakan perlawanan rakyat paling populer kala itu.
"Agus Wandi bahkan menjadi semacam jaminan atas aktivisme mahasiswa kala itu. Posisinya sebagai Sekjend SMUR, yang juga kemudian diposisikan sebagai juru bicara setiap aksi dari lembaga tersebut, bahkan membuatnya populer sekali," kata Alkaf, peneliti dari lembaga The Aceh Institute.
Pasca dianggap sebagai musuh negara, Agus Wandi menjadi aktivis paling diburu aparat TNI/Polri.
Baca: Sedihnya Sri dan Sang Suami Lima Jam Perjalanan ke Jakarta Tapi Tak Bisa Ambil Paspor
Sejak itu ia harus bersembunyi dari kejaran aparat bersama aktivis SMUR lainnya.
Termasuk rekan seperjuangannya, Kautsar, pentolan SMUR yang sekarang menjadi anggota DPRA dari Partai Aceh.
Tetapi Kautsar kemudian memilih menghilang ke pedalaman hutan Aceh, bahkan disebut-sebut bersembunyi di markas GAM.
Pasca Pemerintah RI dan GAM berdamai, nama Agus Wandi kembali muncul sebagai sosok anak muda Aceh progresif yang menghendaki perubahan.
Ia bersama Thamren Ananda, Rahmat Djailani, Raihan Diani dan beberapa aktivis SMUR lainnya mendirikan Partai Rakyat Aceh (PRA) sebagai sebuah partai lokal.
Pada pemilu legislatif 2009, PRA kurang mendapat sambutan rakyat, sehingga kurang diperhitungkan dalam perolehan kursi.
Para pentolan PRA kemudian ada yang hengkang dan masuk menjadi pengurus Partai Nasional Aceh (PNA), partai lokal besutan Irwandi Yusuf.
Sedangkan Agus Wandi memilih berkarier di jalur lain.
Di sela kesibukannya sekitar tahun 2008, ia menerbitkan buku berjudul "9 Langkah Memajukan Diri dan Aceh."
Sejak saat itu, nama Agus Wandi seperti hilang ditelan bumi dari lingkaran gerakan aktivis Aceh.
Lama tak terdengar kabar, ternyata anak petani asal Sibreh kelahiran tahun 1977 ini memilih berkarier di luar negeri.
Ia menjadi relawan di UNDP dengan jabatan kepala penasehat teknis UNDP di Pulau Solomon.
Baca: Bertopi Hitam dan Kaus Putih Dian Sastro Berbaur dengan Peserta Maybank Bali Marathon
Untuk ukuran seorang pemuda Aceh, Agus Wandi adalah sosok yang brilian.
Ia fasih berbahasa Inggris dan memiliki latar belakang pengetahuan sosial politik yang mumpuni, terutama tentang isu HAM, perdamaian, keamanan dan politik regional internasional.
Ia juga hobi membaca buku penulis berkelas.
Dalam satu tulisan di dinding facebooknya, ia sangat mengimpikan agar anak muda Aceh memiliki keterampilan berbahasa Inggris agar menjadi generasi yang diperhitungkan dalam segala bidang.
"Dengan menambah (porsi) Bahasa Inggris di sekolah dan universitas, Aceh bisa menang satu langkah dibanding lulusan sekolah tempat lain di Indonesia. Seperti tamatan Malaysia, Singapura atau Filipina yang mampu bersaing di tempat kerja regional dan internasional, hanya karena menang bahasa," tulis Agus Wandi seperti yang dikutip Serambi di laman facebook-nya.