Laporan Wartawan Tribun Jateng, Rahdyan Trijoko Pamungkas
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini menangis setelah mendengarkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (28/8/2017).
Berkas tuntutan itu setebal 920 halaman.
Jaksa Afni Carolina, Muhammad Nur Azis, dan Roni Yusuf membacanya bergantian.
JPU menyatakan terdakwa kasus suap dan gratifikasi ini terbukti secara sah melakukan korupsi sebagaimana yang diatur Pasal 12 huruf A UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP serta Pasal 12 huruf B UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Sri Hartini selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada di tahanan dan sanksi Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan serta memerintahkan terdakwa tetap ditahan," ujar jaksa.
Jaksa KPK menyebut fakta yang terungkap dalam persidangan berturut-turut dari keterangan saksi, surat petunjuk, keterangan terdakwa, dan barang bukti.
"Dalam persidangan telah mendengar keterangan 195 orang saksi. Keterangan saksi terlampir di dalam berkas dari halaman 57 hingga 456. Alat bukti surat terlampir di dalam halaman 457. Alat bukti 457 hingga 459. Keterangan saksi ahli 460 hingga 463. Keterangan terdakwa 463 hingga 543 dianggap dibacakan," lanjutnya.
Pertimbangan tuntutan ini adalah hal yang memberatkan bahwa terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
"Terdakwa sebagai kepala daerah di Kabupaten Klaten seharusnya memberikan teladan bagi masyarakat agar tidak bersikap korupsi. Hal yang yang meringankan terdakwa bersifat koorporatif dan menyesali perbuatannya," paparnya.
Tim penasihat hukum terdakwa meminta majelis hakim dapat memberi waktu 10 hari untuk menyusun pembelaan.
Namun, ketua majelis hakim Antonius Widijantono menetapkan sidang selanjutnya pada 6 September mendatang atau sepekan lagi.
"Mengingat masa perpanjangan tahanan pertama telah habis maka diharapkan pembelaan dibuat cepat," ujar Widijantono.
Sri Hartini diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Klaten pada akhir Desember 2016. (*)