TRIBUNNEWS.COM - Kisah tentang hewan yang berlarian turun menjelang letusan gunung api kerap menjadi penanda alam bagi masyarakat lokal untuk mengungsi.
Penelitian mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Surono di Kelud menjelaskan secara ilmiah soal binatang yang turun gunung menjelang letusan.
Giyono (71) hampir sepanjang hidupnya bertugas memantau aktivitas Gunung Kelud.
Dia bertugas di Pos Pemantauan Gunung Kelud di Desa Sugihwaras, Kediri, Jawa Timur.
Sudah empat kali dia menyaksikan letusan Kelud, yaitu tahun 1956, 1966, 1990, dan 2007.
Menurut kesaksiannya, sebelum Kelud meletus, binatang-binatang berlarian turun gunung.
”Biasanya ular dan kijang turun sebelum Kelud meletus,” katanya.
Geolog Museum Geologi, Indyo Pratomo, juga menyaksikan binatang yang turun menjelang letusan Gunung Kelud pada 10 Februari 1990.
Pada Desember 1989, Indyo yang saat itu meneliti untuk kepentingan disertasinya di Universitas Blaise Pascal, Clermont-Ferrand II, Perancis, menyaksikan ular piton yang keluar sarang dan ditangkap warga di lereng Kelud.
Bahkan, pada akhir Desember itu, Indyo dan rekannya, ahli gunung api dari Universitas Savoie, Perancis, Jean Van de Meulbreuck, dan Khairul Huda, petugas pos pemantauan Gunung Kelud, disengat ratusan tawon bangbara (Xylocopa spp)—tawon ndas, dalam bahasa Jawa— yang mengamuk tanpa sebab. Saat itu, mereka berada di terowongan, tak jauh dari kawah Kelud.
”Tawon itu seperti kebingungan dan marah kepada siapa saja yang ada di dekatnya tanpa sebab,” katanya.
Indyo dan kedua rekannya harus dirawat di rumah sakit karena sengatan ratusan tawon itu.
Di gunung-gunung lain, kisah serupa juga disebutkan para saksi mata. Selama ini kisah tentang turunnya hewan-hewan dari gunung api menjelang letusan sering dijadikan pertanda masyarakat lokal untuk turut mengungsi.
Binatang sering dianggap memiliki ”indra keenam” yang bisa mendeteksi sesuatu yang tak mampu diraba manusia.