TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Selatan segera menangkap tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Supian Sauri alias Tinghui (40) yang juga pernah dipenjara dalam kasus penjualan obat daftar G merek Zenith dan Dextro melalui Apotek Ceria Sehat di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalsel, tahun 2016 lalu.
“Tersangka harus segera ditangkap, apalagi sudah diterbitkan surat perintah penangkapan,” kata Neta S Pane di Jakarta, Jumat (29/9/2017).
Neta menyesalkan bila terlalu lama seorang tersangka "Raja Obat" dibiarkan bebas.
“Mandeg-nya itu di Polres atau Polda? Apa ada semacam sandiwara? Kalau di Polres, Kapolda perlu mencopot Kapolres. Kalau di Polda, Kapolri perlu mencopot Kapolda, dengan terlebih dulu menerjunkan Propam (Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri) untuk memeriksa semua pimpinan Polres dan Polda yang diduga terlibat ‘melindungi’ tersangka,” kata Neta.
Kejahatan narkoba, jelas Neta, sangat membahayakan karena bisa merusak mental bangsa, terutama generasi muda, sehingga Presiden Joko Widodo pun sangat concern terhadap pemberantasan kejahatan narkoba ini.
“Mabes Polri harus turun tangan, apalagi juga ada dugaan TPPU yang selama ini Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga concern memberantas TPPU,” paparnya.
Melalui surat No: Sprin.Kap/03-2/III/2017/Dit.Reskrimsus tertanggal 12 Maret 2017 yang ditandatangani Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Rizal Irawan, Polda Kalsel memerintahkan penangkapan atas Supian Sauri alias Tinghui yang diduga keras melakukan TPPU sebagaimana dimaksud Pasal 3 Undang-Undang (UU) No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dengan pidana pokok Pasal 167 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Obat daftar G, khususnya Carnophen yang diproduksi Zenith, dan dijual Tinghui di apoteknya di Jl. Abdul Ghani, Kelurahan Paliwara, Kecamatan Amuntai Tengah, dan beredar hingga ke Paringin, Tanjung dan Barabai sudah lama dicabut izin edarnya berdasarkan surat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI No. P0.02.01.1.1997.
Sejak Tinghui terjerat hukum karena apotek dan 5 gudangnya digerebek aparan gabungan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polres HSU pada 10 Maret 2016, penanganan kasusnya diliputi kontroversi.
Setelah divonis 9 tahun di Pengadilan Negeri (PN) Amuntai, dia banding dan akhirnya hanya divonis 18 bulan penjara dan denda Rp 10 juta di Pengadilan Tinggi (PT) Kalsel. Vonis ini hanya sedikit lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni 1 tahun penjara dan denda Rp10 juta.
Usai keluar dari penjara, Tinghui sempat ditangkap lagi terkait TPPU, namun kemudian kasusnya mengambang dan tersangka pun menghilang.
Padahal, menurut Neta, setelah 8 bulan berjalan, mestinya kasusnya sudah disidangkan atau minimal dinyatakan P-21 (lengkap). Inilah yang membuat masyarakat Kalsel, khususnya Amuntai Tengah dan HSU, resah. “Jangan sampai polisi bersandiwara,” cetusnya.
Tinghui ditangkap dengan barang bukti obat-obatan berjumlah fantastis, yakni 56 kardus atau 1.500.900 butir Zenith seharga Rp2,6 miliar, dan 4 kardus atau 374.064 butir Dextro seharga Rp 97.776.640.
Sebelumnya, Kapolda Kalsel Brigjen Rachmat Mulyana menengarai penjualan obat daftar G merek Zenith dan Dextro dilakoni Tinghui sejak 2006. Uang hasil penjualan kemudian disimpan di rekening bank yang berbeda-beda, sehingga Tinghui dijerat dengan pasal TPPU. Ada 24 rekening yang ditemukan dari pelaku.
“Omsetnya Rp1 miliar per bulan, total uang yang disita dari puluhan rekening itu jumlahnya Rp15.034.521.925.Pengungkapan kasus TPPU ini merupakan yang terbesar di Kalsel.
Neta pun memberi tenggat, bila dalam waktu dekat tersangka tidak segera ditangkap, maka IPW akan “menagih” kasus Tinghui ini kepada Kapolda Kalsel bahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. “Tentu akan kita tagih,” tandasnya.