Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ferri Amiril Mukminin
TRIBUNNEWS.COM, CIANJUR - Pedagang kaki lima di sepanjang jalan nasional mulai dari Cianjur hingga Cipanas-Puncak, sempat marah dan membakar kayu-kayu lapak yang dibongkar petugas, Rabu (11/10/2017).
Aksi pembakaran kayu bekas lapak itu pun membuat kemacetan di sepanjang jalan tersebut.
Pembongkaran dilakukan oleh Satpol PP dibantu aparat gabungan.
Penertiban PKL itu dilakukan berdasarkan dari surat edaran kementerian PUPR RI bahwa tidak diperbolehkan berjualan di atas tanah PU.
Adang (36), seorang pedagang mengaku kecewa dengan kebijakan penertiban yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur terhadap ratusan kios yang ada di sepanjang jalan utama tersebut.
Baca: Mengintip Mewahnya Kediaman Calon Suami Kahiyang Ayu, Bobby Nasution di Medan
Sebab, kata pria yang akrab disapa Fals itu, penertiban yang dilakukan itu tanpa memberikan solusi bagi para pedagang untuk kembali mengais rezeki.
"Jelas kami kecewa dan menolak. Karena pemerintah dengan seenaknya menertibkan, tanpa mereka pikirkan nasib kami yang sehari-hari mengais rezeki untuk biaya hidup keluarga kami," katanya.
Menurutnya, seharusnya Pemkab Cianjur dapat memberikan solusi bijak, misalnya dengan merelokasi para pedagang ke lokasi yang memang dijadikan peruntukkan daerah untuk kembali berdagang.
"Ini tidak, mereka main bongkar saja. Kami harus memikirkan nasib kami selanjutnya. Pemkab Cianjur sudah sangat arogan, mereka tidak sayang kepada warganya. Harusnya, pemerintah melindungi warganya bukan justru membuat kami terlantar," katanya.
Seorang pedagang baju di pinggiran jalur nasional Cipanas, Hendra (35) mengatakan, ia kebingungan karena barang dagangannya harus dikeluarkan karena kios yang ia tempati sudah harus dibongkar oleh petugas Sat pol PP.
Baca: Seorang Wanita Bersama Dua Pria Kepergok Polisi di dalam Satu Kamar Hotel
"Saya bingung pak, harus kemana saya pindah, apa lagi barang dagangan saya sebanyak ini," katanya.
Menurutnya ia berjualan baju di kios tersebut ngontrak ke pemilik kios tersebut. Ia harus membayar Rp 17 juta dalam satu tahun.
"Saya baru enam bulan ngontrak di kios ini, dan sekarang tiba-tiba kiosnya dibongkar oleh Satpol PP," ujarnya.
Kepala Desa Gadog, Miftahudin mengtakan, dilematis ketika melihat warganya yang berjualan di pinggiran jalan nasional namun tidak bisa berbuat banyak.
"Ya mau gimana lagi, mungkin ini konsekuensinya berjualan di atas lahan milik pemerintah. Terlebih lahan tersebut posisinya ada di pinggir jalan, ya otomatis harus mengikuti aturan," katanya.
Baca: Nenek Kosiah Jadi Tersangka Setelah Celupkan Wajah Cucunya dalam Minyak Panas
Plt Camat Pacet, Aris Haryanto mengatakan, sesuai dengan surat edaran dari PUPR pusat, hari ini akan ada pembongkaran bagi mereka pemilik kios yang masih membandel.
"Peringatan ke satu, dua dan tiga sudah kami berikan kepada semua pemilik kios di sepanjang jalur Ciputri hingga ke Cipanas. Tapi kalau tidak diindahkan ya risikonya dibongkar," katanya.
Menurutnya tujuan pembongkaran dan penertiban ini juga untuk menata tata ruang kota terlepas dari pelebaran jalan.
"Selain ke depannya jalan bisa lebar, juga dalam segi tata ruang juga ini sangat pengaruh. Adapun bagi mereka para PKL tersebut nantinya akan diberikan lahan khusus agar tidak lagi berjualan di atas trotoar," katanya. (fam)