Anehnya, lanjut Abdul, pekerja yang berada pada masa usia pensiun dan sudah tak produktif justru masih dipertahankan. PT NHM juga malah merekrut beberapa karyawan baru.
“PTNHM telah melakukan pelanggaran kemanusiaan dan hak-hak pekerja lokal dengan melakukan pemecatan sepihak dan mendadak, alasan yang tidak jelas dan dicari-cari, bahkan tanpa pemberitahuan dan pembekalan yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Kami kecewa karena PT NHM sebagai salah satu anak perusahaan tambang terbesar di Australia (Newcrest) dan BUMN Indonesia (Antam) tidak menerapkan praktik terbaik dalam hubungan industrial,” ujar Abdul.
Sebagai informasi, PT NHM merupakan perusahaan yang bergerak di pertambangan emas di Halmahera Utara.
Berdasarkan penelusuran, PTNHM sahamnya dimiliki oleh Newcrest Australia sebanyak 75% dan PT Aneka Tambang (Persero) sebanyak 25%.
Mediasi antara Serikat Pekerja dengan PT NHM rencananya dilakukan hari ini, namun tidak dilakukan di lokasi tambang karena akan mengganggu operasional pertambangan.
Apalagi, PT NHM dikabarkan mendatangkan sekitar 100 aparat bersenjata lengkap untuk menjaga lokasi tambang, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan proses mediasi.
Namun, kedatangan aparat bersenjata lengkap justru membuat situasi tambang menjadi mencekam dan tidak kondusif.
“Mereka mendatangkan sekitar 100 aparat bersenjata lengkap. Seolah-olah kami ini separatis atau ingin berbuat kriminal di dalam tambang. Padahal kami hanya ingin mediasi, itu juga di tempat terpisah,” tambah Fortifive Manihing, ketua Gabungan Serikat Buruh Mandiri (GBSM).
Hingga berita ini diturunkan, tribun belum mendapat tanggapan dari pihak PT NHM.