TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI - Tradisi kearifan lokal minum kopi suku Using, di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, diangkat dalam Festival Ngopi Sepuluh Ewu, di sepanjang jalan Desa Kemiren, Sabtu (20/10) malam.
Hingga dini hari ribuan orang memadati dua kilometer sepanjang jalan Desa Kemiren. Mereka semua disambut hangat di halaman rumah segenap warga desa.
Ribuan cangkir kopi dan makanan ringan tradisional disuguhkan secara cuma cuma bagi semua yang datang.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan tradisi minum kopi merupakan tradisi warga Using yang menjadi simbol persaudaraan.
Mereka memiliki semboyan Sak Corot Dadi Sakduluran, sekali seduh kita bersaudara.
"Festival ini menjadi bagian dari upaya menjaga semangat gotong royong. Masyarakat rela menyuguhkan secara gratis kopi dan makanan untuk semua orang yang bahkan belum dikenal."
"Meski terkesan sederhana namun cara ini ampuh untuk merajut persatuan di antara kita," kata Anas.
Saat even berlangsung meja dan kursi kursi tamu yang disiapkan di setiap rumah nyaris tak mampu menampung banyaknya orang yang datang.
Antusiasme pengunjung festival ini terus bertambah di setiap tahun penyelenggaraannya.
Tidak hanya antusiasme merasakan tradisi minum kopi, Ngopi Sepuluh Ewu memunculkan bibit-bibit barista dari Desa Kemiren.
Terdapat barista cilik yang memeragakan cara mengolah kopi.
Salah satunya Shavira Putri Windiarti, terlihat terampil menyeduh kopi.
Gadis berusia 10 tahun itu, dengan hati-hati mengukur takaran bubuk kopinya.
"Kopinya 40 Mg, nanti airnya banding sepuluh," jelasnya sembari melakukan proses pure over.