TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - "Sekali lagi kepentinganku adalah fakta, tidak ada yang bisa menyuruhku mengatakan jelek ketika orang itu baik dan tidak ada yang bisa menyuruhku mengatakan orang itu baik kalau nyatanya jelek, berapapun harganya."
Kalimat sederhana di atas adalah cuplikan dialog tokoh Udin dalam pementasan teater berjudul Mati Marga Warta yang baru saja dipentaskan di sebuah pendopo kayu sederhana bertempat di Kampung Mataraman, Sewon, Bantul, Kamis (9/11/2017) malam kemarin.
Judul dalam teater ini mewakili peristiwa memilukan yang dialami oleh seorang wartawan Harian Bernas, bernama Fuad Muhammad Syafruddin atau yang akrab disapa Udin yang benar-benar mati karena berita yang telah ia tulis .
Ironisnya, 21 tahun peristiwa berlalu, kasus ini belum terungkap dan upaya banyak pihak mencari kebenaran siapa pelaku pembunuh Udin tak menemui titik temu.
Baca: Sudah 16 Tahun, Pembunuh Wartawan Udin Belum Terungkap
"Berbagai upaya hukum telah kita lakukan tapi hasilnya tetap tak memuaskan," ujar Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DIY, Sihono.
Pementasan teater ini pun menjadi sumber penyemangat bagi Sihono dan orang-orang yang peduli utamanya rekan sesama profesi wartawan untuk terus menggelitik aparat pemerintahan mengusut tuntas kasus ini.
Sampai kapanpun, upaya mencari kebenaran demi Udin akan dilakukan.
Teater berdurasi sekitar satu jam ini mengisahkan awal mula Udin dibunuh oleh orang yang diyakini disuruh oleh pihak yang tersinggung atas berita yang dilakukan Udin.
Cukup banyak dialog yang menjelaskan karakter Udin dan prinsipnya dalam memberitakan peristiwa.
Sementara rekan sesama profesi wartawan seperti Udin juga menjadi semacam 'ujian' untuk Udin sendiri.
Saking sayangnya mereka dengan Udin, ada masukan agar mengurangi pembuatan berita-berita yang terus menggempur seseorang yang diyakini Udin bertindak menyimpang.
Tapi Udin memilih memegang teguh prinsipnya untuk menulis berita yang diyakininya sebagai fakta.
Baca: Najwa Shihab: Profesi Wartawan Lebih Seru Dibandingkan Jadi Menteri
Apa yang diucap Udin pun seperti senjata.
"Udin sedikit bicara, tapi sekali dia bicara maknanya sangat mengena," ujar kakak Alm Udin, Suryanto yang juga datang dalam pentas teater.
Sampai di penghujung pentas, adegan di pengadilan menentukan siapa orang yang bertanggung jawab terbunuhnya Udin tak berujung melegakan.
Hukum di negara kala itu seperti melemahkan kebenaran yang ditumpangi oleh kepentingan tertentu yang membuat kasus Udin tak terungkap.
Seperti apa yang dikatakan Sihono, pentas Teater ini adalah cara lain untuk mengkritik pemerintah dan penegak hukum tentang borok yang belum juga pulih.
"Kita sudah kritik lewat tulisan dan aksi suarakan aspirasi, sekarang kita sampaikan melalui teater," ujar Unang Shiopeking Pimpinan Produksi.
Butuh waktu sekitar tiga bulan untuk pentas ini bisa terlaksana melalui latihan.
Tapi bukan tanpa kendala, karena personel wartawan asli yang dilibatkan juga terkendala waktu untuk menjalankan profesi mereka.
Unang pun memaklumi dan semangat itu tetap membara.
Digandenglah Komunitas Teater Tebu Bantul menjadikan pementasan berjalan dengan tanpa mengurangi kualitas dan rasa menjiwai.
"Yang terpenting adalah semangat semua pemeran berjuang bersama demi mencari kebenaran yang lama terkubur ini bersama wartawan melalui teater," kata Unang.
Sukaptiran, pemeran tokoh Udin pun merasa sangat terhormat mendapat peran utama dalam teater ini.
"Jelas kehormatan yang luar biasa, meski saya kesulitan memahami karakter tokoh Udin yang sebenarnya tapi saya berusaha, semoga kekerasan terhadap wartawan tak lagi terjadi," katanya. (sus)