Laporan Wartawan Surya Fatkul Alamy
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA – Dua dari tiga pelaku komplotan order fiktif taksi online yang diungkap Unit Resmob Polretabes Surabaya, ternyata masih berstatus mahasiswa. Kedua pelaku itu berstatus mahasiswa, yakni L Andrew (22) dan Mauriciano (23).
Kedua pemuda yang tinggal di Jl Sutorejo dan Jl Wijaya Kusuma Surabaya itu merupakan mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi swasta di Surabaya. Mereka direkrut L Chandra (32), otak dari kejahatan order fiktif taksi online ini.
“Dua pelaku kejahatan ini masih tercatat sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tingggi di Surabaya. Mereka satu komplotan dengan LC melakukan order fiktif taksi online,” sebut Kanit Resmob Polrestabes Surabaya, Iptu Bima Sakti, Rabu (7/2/2018).
Bima menjelaskan, Andrew dan Mauriciano direkrut diajak kerjasama Chandra mulai Januari 2018.
Mereka melancarkan kejahatan order fiktif taksi online dengan sarana 36 handphone (HP) akun driver Grab dan 86 HP yang sudah terkoneksi dengan aplikasi Grab.
Setiap harinya, pelaku ini bergerak mobile di Surabaya dengan mobil Toyota Agya L 155 EX milik Andrew. Pekerjaanya, melakukan pemesanan taksi online Grab sekaligus menerima pemesanan melalui ratusan HP.
Baca: Putra Bungsu Jokowi Gandeng Grab dan Paytren untuk Kembangkan Madhang.id
Dalam melancarkan aksinya, kompolotan ini memiliki 36 akun Grab, tapi yang dipakai hanya 12 akun.
“Setiap hari satu akun menerima minimal empat pemesanan dana menerima bonus dari Grab. Dari 12 akun yang aktif dipkai, pelaku ini mendapat keuntungan Rp 3,6 juta setiap harinya,” jelas Bima.
Bima menuturkan, bonus diberikan dari Grab ke Chandra sebagai pemilik akun melalui transfer rekening bank. Dari pembayaran itu, Andrew dan Mauriciano mendapat bagian 40 persen dan Chandra 60 persen.
“Saya melakukan ini awalnya pakai beberap HP saja, tujuannya mendapat keuntungan uang dar pemesanan taksi online fiktif. Kemudian saya mengajak dua teman (Andrew dan Mauriciano),” aku Chandra.
Dari keuntungan pemesanan taksi online fiktif, kata Chandre, selalu dibelikan HP guna mengembangkan tindak kejahatan elektronik ini.
“Halau HP tambah banyak, berarti jumlah orderan juga bertambah. Tapi akhirnya tertangkap polisi,” ucap Chandra.
Dari hasil ungkap ini, polisi menyita sebanyak 132 HP, 8 modem, 2 power bank (baterai), tiga buku tabungan bank dan puluhan kartu perdana sebagai barang bukti.
Guna mempertangungjawabkan perbuatnnya, ketuga pelaku bakal dijerat Pasal 51 Jo Pasal 35 UU RI No.9 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No 11. Tahun 2008 tantang ITE atau Pasal 378 KUHP.