TRIBUNNEWS.COM, SAMPANG – Ribuan massa dari berbagai elemen di Pulau Madura turun jalan di Sampang, Kamis (8/2/2018), menggelar aksi solidaritas atas meninggalkan Ahmad Budi Cahyanto, Guru SMAN 1 Torjun yang tewas dianiaya muridnya.
Massa terdiri dari organisasi pergerakan, HMI, GMNI, KAHMI, juga dari Persatuan PGRI se-Madura, Osis SMP-SMA se-Sampang, Aliansi Ulama Madura, Persatuan Guru Sokwan Madura, serta Forum Mahasiswa Sampang.
Massa berkumpul di taman depan Kantor Bupati Sampang, Jalan Jamaluddin 1-a, Sampang sekitar pukul 08.15 WIB.
Tepat pukul 09.00 WIB, massa bergerak menuju depan Polres Sampang, Jalan Jamaludin No 2, berjarak sekitar 30 meter dari titik kumpul massa aksi.
Sesampainya di depan Polres Sampang, perwakilan Advokat menemui Kapolres Sampang. Sementara massa peserta aksi terus berorasi di depan Polres Sampang.
Secara bergantian, perwakilan dari masing-masing elemen membacakan bait puisi diiringi pelafalan tahmid juga tahlil.
Di tengah-tengah orasi, Fathul Arifin, teman sekaligus inisiator penggalangan dana untuk almarhum Ahmad Budi Cahyanto, Guru SMAN 1 Torjun Sampang, melaporkan hasil donasi yang telah dia lakukan.
“Hingga saat ini dana yang terkumpul sejumlah Rp 199 juta, dan setelah ini tidak akan ada penggalangan lagi, jika ingin menyumbang, silahkan langsung ke rumah duka, atau rekening Mbak Sianit,” ujar Arifin.
Sementara itu, seorang peserta aksi tingkat sekolah menengah, Haryadi (17), saat ditanya apakah keikut sertaannya pada aksi kali ini bolos sekolah.
“Tidak mas, ini juga hanya perwakilan OSIS saja, dan kami sudah mendapatkan izin dari Kepala Sekolah,” terang siswa kelas XI IPS 1 SMAN 1 Sampang tersebut.
Dia juga mengakui, menjadi bagian peserta aksi adalah panggilan hati.
“Saya ikut turun ke jalan karena saya merasa peduli dengan kejadian yang menimpa Pak Budi, saya berharap proses pengadilan segera usai,” terang pemuda hobi musik ini.
Tuntutan utama massa aksi sebagaimana yang mereka sampaikan saat aksi adalah diproses hukumnya tersangka penganiayaan terhadap Pak Budi.
Mereka menolak jika tersangka hanya direhabilitasi, karena perbuatan tersangka H telah menghilangkan nyawa gurunya sendiri.
“Tuntut pelaku seberat dan seadil-adilnya, jangan pernah pandang bulu,” tegas suara koordinator aksi dari pengeras suara.
Ketua PGRI Pamekasan Moh Sahid menyatakan, PGRI akan terus mengawal dan memperjuangkan persoalan hukum Guru Budi.
Pihaknya akan menindak tegas dan menggelar aksi massa besar-besaran jika kasus tersebut ada indikasi pembiaran.
“Sampai kapanpun, selama penegakan hukum ini tidak profesional, kami akan selalu kawal, kalau perlu kami akan datangkan rekan-rekan guru seluruh Jawa Timur ,” tegasnya.
Sahid menyinggung pribahasa yang selama ini dijunjung tinggi masyarakat Madura. Yakni, Bepak Bebu, Guru Ratoh. Bahwa, sebelum taat pada pemerintah harus taat dulu pada guru, guru ditaati setelah taat pada orangtua.
“Filosofi khas orang Madura ini ada dan sampai kapanpun tidak akan hilang,” tandasnya.
Untuk itu, PGRI, kata Sahid tidak hanya mengawal kasus yang menimpa Guru Budi dalam ranah hukum, tapi juga melakukan penggalangan dana untuk keluarga almarhum.
“Hampir semua guru se-Pamekasan menyumbang dana ke rumah duka, tentang jumlah saya tidak bisa memastikan, karena guru datang secara mandiri ke rumah duka,” ucapnya, seraya menyebut jumlah donasi diperkirakan mencapai lebih Rp 100 juta. (Surya/Khairul Amin)
VIRAL: Netizen Mendadak Kasihan Melihat Kondisi Ekonomi Mulan Jameela, Duh Kenapa Yah?