Laporan Wartawan TribunJatim.com, Arie Noer Rachmawati
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Warga Jalan Jarak, Surabaya, mendirikan posko pengaduan untuk menampung aspirasi mengenai kondisi pasca penutupan lokalisasi Dolly sejak 3,5 tahun lalu.
Saat memasuki Jalan Jarak, di ruas kanan jalan ada sebuah baliho putih bertuliskan “Jarak Dolly Bertanya Perampasan Hak Ekonomi Warga”.
Posko pengaduan tersebut didirikan sejak Selasa, (6/2/2018) lalu di Jalan Jarak Nomor 39, Surabaya.
Desak Siswa yang Tewaskan Guru Budi Dihukum Berat, Ribuan Massa se-Madura Turun Jalan
Warga menuntut pemulihan hak ekonomi yang sampai sekarang belum terwujud sesuai yang dijanjikan oleh Pemerintah Kota Surabaya.
“Sebelum penutupan Dolly, kami mengajukan ke DPRD. Kami, warga Jarak Dolly, meminta solusinya bagaimana. Dialihkan profesi apa dan sesuai tidak?"
"Tetapi, sampai sekarang tidak ada jawaban. Tidak ada komunikasi antara warga dengan pemerintah kota,” ucap Hadi (49), satu di antara anggota Komunitas Pemuda Independent (KOPI) dan Front Pekerja Lokalisasi (FPL) saat ditemui TribunJatim.com, Kamis (8/2/2018).
Di sisi lain, seorang mantan pekerja di lokalisasi Dolly berinisial Sas menambahkan, meski di Jarak Dolly sudah ada Kampung Samijali, Kampung Batik, hingga Kampung Orumi, tetapi itu semua hanya kebohongan belaka.
“Itu bukan warganya yang buat. Bahannya semua ambil dari luar. Warganya hanya menggoreng saja. Coba tanya ke mereka bagaimana cara membuatnya. Mereka pasti kebingungan. Mereka yang kerja di situ settingan,” ungkap Sas.
Saat disambangi wartawan TribunJatim.com, anggota lain bernama Nardi menunjukkan rilis dari Komunitas Pemuda Independent (KOPI) dan Front Pekerja Lokalisasi (FPL).
Dalam rilis tersebut, disebutkan tujuh tuntutan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Surabaya sejak 23 Januari 2018 lalu.
Satu di antara tuntutannya ialah upaya hukum perdata gugatan Class Action sebesar Rp 2,7 triliun.
Saat dimintai keterangan, Hadi mengatakan sejauh ini sudah sekitar 50-100 warga Jarak Dolly yang mengadu ke posko pengaduan.