Laporan Wartawan Tribun Jateng, Radlis
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Anindya Puspita Helga Nur Fadhila saat ini masih mengurung diri di rumah.
Dia merupakan pengurus OSIS SMA Negeri 1 Semarang yang dikeluarkan dari sekolah lantaran diduga melakukan kekerasan terhadap juniornya saat pelaksanaan kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) pada November 2017 lalu.
Selain Anin, rekannya bernama Muhammad Afif Ashor juga dikeluarkan atas perkara yang sama.
Kepada Tribun Jateng, Anin mengatakan dia dan orangtuanya telah memasrahkan penanganan kasus ini kepada kuasa hukumnya.
"Sampai sekarang belum ada perkembangan dari pihak sekolah, kami sudah serahkan ke Om Dio (kuasa hukum) untuk bantu penanganannya," ujar Anin, Minggu (25/2/2018).
Menurut Anin, dia telah mendapat dukungan dari para orangtua siswa yang lain.
"Orangtua siswa lain kasih support," katanya.
Anin dan Afif dikeluarkan sepihak dari sekolah lantaran diduga melakukan penamparan saat pelaksaan kegiatan LDK OSIS.
Kuasa hukum Anin, Dio Hermansyah mengaku sangat menyesalkan tindakan kepala sekolah yang mengeluarkan kedua siswa.
Baca: Narapidana Kasus Narkotika Lapas Porong Sidoarjo Dituntut 13 Tahun Penjara di PN Semarang
Dio mengatakan, tindakan yang dilakukan oleh kepala sekolah terbilang otoriter.
"Siswi itu sudah kelas tiga, apakah tidak ada jalan lain. Saya dapat keterangan dari Anin, ada dua opsi pembinaan yang dilakukan pihak sekolah. Pembinaan dalam disuruh mengundurkan diri dan pembinaan luar akan diproses hukum," kata Dio.
Dio mempertanyakan apakah kepala sekolah yang merupakan seorang pendidik dibenarkan melakukan tindakan otoriter.
Menurutnya, tindakan yang dilakukan kepala sekolah selain otoriter juga bisa dikategorikan penyalahgunaan wewenang.
"Ini sama halnya penyalahgubaan wewenang, bisa dipidanakan ini," katanya.
Humas Ikadin Jawa Tengah ini mengaku akan menghadap Plt Gubernur Jawa Tengah dan berkoordinasi dengan Ombudsman RI perwakilan Jateng untuk mengadukan perkara ini.
"Ini keputusan sepihak dari sekolah, saya juga akan meminta Komnas HAM untuk turun menyelesaikan perkara ini," katanya.
Baca: Viral, Video Pemukulan Sesama Tahanan di Lapas Sukabumi
Apabila persoalan ini tetap dilanjutkan oleh pihak sekolah, kata Dio, pihaknya akan menempuh jalur hukum baik pidana maupun perdata.
"Pidananya adalah penyalah gunaan wewenan yang dilakukan oleh kepala sekolah sementara perdata karena siswa ini trauma dan imagenya di masyarakat sudah dirugikan," katanya.
Menurut Dio, seharusnya kepala sekolah melakukan pembenahan internal terkait pelaksanaan LDK, bukan mengeluarkan sepihak siswa yang terlibat.
"Kalau yang disalahkan siswanya, lebih baik hapuskan kegiatannya. Jangan mentang mentang Anin orang tuanya kurang mampu, hanya penjual roti keliling lalu ditindas seperti ini.
Diskriminatif ini namanya," katanya.
Sementara itu, Budi Setia Purnomo menyayangkan insiden tersebut.
Budi yang juga alumni sekolah itu mengatakan harusnya kepala sekolah melakukan verifikasi
terlebih dahulu sebelum mengeluarkan siswanya.
"Ini tentu sangat merugikan kedua belah pihak. Harusnya verifikasi dulu, jangan langsung keluarkan," kata Budi yang juga merupakan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Jawa Tengah.
Menurut Budi, alumni banyak yang menyesalkan terjadinya insiden ini.
"Harusnya pihak sekolah melakukan upaya penyelesaian masalah secara kekeluargaan dulu," kata Budi.