TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Laporan kasus dugaan korupsi yang masuk ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo didominasi kasus-kasus yang melibatkan kepala desa (Kades).
Entah terkait dengan pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak yang bakal digelar 25 Maret 2018 atau tidak, yang jelas akhir-akhir ini banyak sekali kasus-kasus tingkat desa masuk ke Kejari.
"Sekitar dua bulan terakhir ini saja terhitung ada sekitar 10 kasus yang dilaporkan ke Kejari Sidoarjo terkait dugaan korupsi di sejumlah desa," kata Kasi Intelijen Kejari Sidoarjo Idham Kholid.
Menurut dia, mayoritas kasus itu terkait dengan dugaan penyelewengan APBDes (anggaran pembangunan dan belanja desa), yang terkait dengan kinerja kepala desa.
"Sebelum melangkah lebih jauh, laporan-laporan yang masuk itu tetap kami filter. Kami bedakan mana yang datanya benar-benar valid atau A1, dan mana yang masih sumir," sambungnya.
Itu dilakukan supaya penyelidikan kasus dugaan korupsi tidak berdampak terhadap proses Pilkades serentak yang tinggal beberapa hari lagi digelar di Sidoarjo.
Dalam urusan ini, beberapa waktu lalu sudah terbit Surat Edaran (SE) dari Jampidsus (Jaksa Agung Muda Pidana Khusus) agar kejaksaan lebih berhati-hati dan tidak gegabah dalam menindaklanjuti kasus terkait kades menjelang momentum Pilkades serentak tahun ini.
"Semua laporan masuk harus ditelaah dengan baik dan benar. Prinsip kehati-hatian sangat diutamakan dalam melangkah. Jangan sampai berimbas dan menjadi bias," urai Idham Khalid.
Parameter utama dalam menindaklanjuti laporan dugaan korupsi, menurutnya adalah kelengkapan alat bukti. Ketika kelengkapan itu cukup, pasti dinaikkan laporannya ke penyelidikan.
"Parameter utama kami adalah alat bukti. Dan kami tidak mau terjebak atau terbawa dalam kepentingan-kepentingan politik dan sebagainya. Kami murni menjalankan tugas," tandasnya.
Di Kabupaten Sidoarjo, Pilkades serentak 25 Maret 2018 bakal digelar di 70 desa. Dari jumlah itu, yang melaksanakan Pilkades dengan sistem e-Voting sebanyak 14 desa.