TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Kepala Staf Kepresidenan yang juga mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Dr. Moeldoko, S.I.P memberikan pembekalan dan kuliah umum di hadapan 278 Perwira Siswa (Pasis) Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad), Jumat (23/3/2018).
Dua tema besar yang disampaikan oleh Moeldoko di hadapan para perwira yang rata-rata berumur di bawah 40 tahun adalah tentang perubahan geopolitik-geoekonomi dan transformasi kepemimpinan di dalam TNI.
Disambut oleh Komandan Seskoad Mayjen TNI Kurnia Dewantara, Kepala Staf Kepresidenan sempat mengenang kembali masa-masa dirinya mengenyam pendidikan di sekolah calon pemimpin TNI ini.
“Saya dulu tidak membayangkan nama saya bisa tertulis di sini,” ujar Moeldoko seraya menunjuk dinding menuju auditorium Gedung Gatot Subroto. Pada dinding tangga sebelah kanan, tertulis nama-nama perwira siswa Seskoad terbaik dari setiap angkatan.
Nama Moeldoko tertera pada nomor 47, saat dirinya menjalani pendidikan di Seskoad pada tahun 1994-1995. Sementara, pada dinding sebelah kiri tertera nama-nama alumni Seskoad yang dalam perjalanan kariernya meraih jenjang kepangkatan hingga bintang empat atau jenderal. Nama Moeldoko tercantum di nomor 34.
Oleh karena itu, Moeldoko memotivasi para siswa supaya pemimpin-pemimpin TNI pada unit-unit strategis dan penting di masa depan datang dari alumni sekolah ini.
“Saya dulu menjalani pendidikan pada tahun 1995, dan kemudian memegang komando Panglima TNI pada tahun 2013. Jadi, dalam 15-20 tahun mendatang, pemimpin TNI akan datang dari sekolah ini,” ujar Moeldoko yang disambut tepuk tangan para siswa. Di antara para siswa juga terdapat perwira siswa dari 9 negara sahabat seperti Aljazair, Amerika Serikat, Arab Saudi, Australia, India, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Tiongkok.
Dalam kesempatan tersebut, pria kelahiran Kediri tersebut memaparkan pentingnya para siswa Seskoad mengenali model-model kepemimpinan dan menemukan model kepemimpinan yang paling efektif.
“Terdapat beberapa model kepemimpinan, di antaranya adalah kepemimpinan otoriter, demokratis, partisipatif, atau bebas. Tidak ada satu model yang menunjukkan paling hebat atau paling efektif. Hari ini, kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang memahami kebutuhan bawahan secara relatif dan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan,” kata Moeldoko.
Moeldoko mengingatkan, dalam konsep kepemimpinan, aspek fisik adalah salah satu elemen penting. Namun yang lebih penting adalah aspek intelektualitas, sosiabilitas, emosionalitas, personabilitas, dan morabilitas.
“Dalam aspek morabilitas, menyangkut di antaranya integritas, tanggung jawab, dan kemurahan hati. Ini adalah salah satu fondasi kepemimpinan yang paling penting, karena terkait dengan kemampuan seseorang untuk menjaga integritas moral, sehingga pengaruh yang diberikan kepada orang lain dapat berefek jangka panjang,” kata penerima lencana Adhi Makayasa (taruna terbaik) ketika menempuh pendidikan di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Dalam konteks transformasi kepemimpinan TNI, Moeldoko menegaskan bahwa TNI harus membangun dirinya dengan nilai-nilai yang juga bertransformasi. Misalnya dari jujur menuju dipercaya.
Kejujuran memang keniscayaan, tetapi anggota TNI yang dipercaya orang lain dan dipercaya masyarakat jauh lebih penting. Juga dari kualitas (quality) ke pilihan (preference).
“Memiliki kualitas kemampuan memang diwajibkan, tetapi menjadi pilihan rakyat untuk berlindung adalah lebih utama,” lanjutnya.
Banyak nilai-nilai lain yang juga perlu ditransformasi, supaya membuat organisasi TNI menjadi lebih maju. Antara lain from notoriety to aspiration (dari kemasyhuran menuju aspirasi), from identity to personality, from ubiquity to presence, from monolog to dialogue, from service to relationship.
Institusi TNI hari ini menjadi salah satu institusi yang dipercaya oleh masyarakat. Oleh karena itu, Moeldoko juga memberikan tantangan kepada para perwira siswa SESKOAD, apakah TNI mampu menjadi bagian penting yang mentransformasi Indonesia menjadi negara maju atau tetap stagnan seperti sekarang.
“Untuk menjadi negara maju, kita memerlukan orang yang memiliki kebutuhan berprestasi yang kuat, yang dicirikan oleh adanya standar tinggi dalam bekerja, menyukai tantangan, mengambil tanggung jawab pribadi, disipin, dan berani mengambil risiko,” pungkasnya.