Pada pertengahan April 2015, ada kabar dari media massa jika eksekusi sudah dilakukan.
“Kami keluarga sangat menyesalkan kenapa kok tidak ada pemberitahuan eksekusi itu sebelumnya,” sambung Tri Cahyono Abdullah, kerabat Siti Zainab.
Padahal, kata Tri Cahyono, perginya Siti Zainab ke Arab Saudi untuk bekerja dan membahagiakan keluarganya.
Zainab sudah menabung membeli kayu dan batu bata, yang rencananya untuk membangun rumah. Tapi sebelum impian itu diwujudkan, Zainab tersandung kasus dan berakhir dengan hukuman pancung.
Seminggu setelah eksekusi mati, Syaifudin dan dua kerabatnya bertakziah ke kuburan Siti Zainab yang ada di Madinah.
Anak kedua Zainab, Ali Ridho bahkan sama sekali belum melihat wajah ibunya. Edo, panggilan Ali Ridho saat itu masih berusia sekitar 1 tahun.
“Waktu mengandung dan melahirkan ada di sini (Madura), setelah itu pergi ke Arab Saudi. Jadi sampai sekarang Ali Ridho belum pernah melihat ibunya,” papar Tri Cahyono.
Hanya beberapa pasang foto Siti Zainab yang ada di dalam pigura dan menempel di tembok ruang tengah rumahnya yang membuat Ali tahu wajah ibunya.
Kenangan lainnya yang masih tersimpan rapi adalah tas koper dan mushaf Al Quran milik ibunya yang saat itu bisa dibawa pulang ke Indonesia.
Baik Syaifudin maupun Ali keduanya tidak ada keinginan untuk bekerja di Arab Saudi.
“Kalau bekerja di Arab atau Malaysia tidaklah, takut aturannya sangat keras,” kata Saifudin. Tapi kalau dinegara lain seperti di Qatar, Dubai ia masih mempertimbangkan.
Tahun lalu Ali sempat bekerja di Kantor UPT-P3TKI Surabaya, namun ia tidak kerasan bekerja di sana dan akhirnya keluar.
“Jauh dari saudara nggak kerasan,” kata Ali yang bekerja sebagai tenaga sekuriti.
Ia berharap kakaknya Syaifudin bisa menggantikan ia bekerja di kantor itu. “Kalau boleh biar kakak saya yang melanjutkan, kalau saya ingin kerja di dekat sini saja,” tukasnya.