TRIBUNNEWS.COM - Penyedap rasa atau micin atau juga monosodium L-glutamate (MSG) menjadi bagian penting dari pengolahan makanan di masyarakat.
Penyedap rasa ini sudah umum dikenal masyarakat Indonesia.
Belakangan, kita kerap mendengar ucapan "kebanyakan micin", "butuh asupan micin," atau " generasi micin."
Ungkapan itu membuktikan bahwa micin, vetsin, atau MSG memang lekat dengan kehidupan sehari-hari orang Indonesia.
Namun, tahukah Anda sejarah penemuan dan kisah panjang kontroversinya dalam dunia ilmu pengetahuan?
Sejarah Micin
Penemuan micin tidak bisa dilepaskan dari Kikunae Ikeda, seorang ahli kimia Jepang yang menciptakannya.
Mulanya, Ikeda yang sedang berhadapan dengan semangkuk sop rumput laut bertanya-tanya, apa yang membuat dashi, sebuah kaldu standar untuk beberapa makanan di Jepang, rasa yang kaya?
Dashi sendiri, dalam makanan Jepang, terbuat dari fermentasi rebusan rumput laut dan ikan kering.
Kaldu ini sering digunakan oleh koki untuk menambah cita rasa makanan, yaitu rasa gurih pada makanan tak berdaging.
Untuk beberapa alasan yang sulit dijelaskan, dashi membuat makanan terasa enak.
Hal inilah yang kemudian membuat Ikeda ingin mencari tahu alasan di baliknya.
Pada 1908, Ikeda mengisolasi substansi utama dashi, yaitu rumput laut Laminaria japonica.
Selanjutnya, dia melakukan serangkaian percobaan, seperti penguapan untuk mengisolasi senyawa spesifik dalam rumput laut.