TRIBUNNEWS.COM, MEULABOH - Polres Aceh Barat masih memburu seorang pria yang merupakan pelanggan atau pemakai dalam kasus prostitusi (kejahatan seksual) melibatkan anak di bawah umur.
Pria yang diduga sudah kabur dari Aceh Barat itu merupakan jaringan mucikari dari pasangan suami istri (pasutri) yang dibekuk polisi dua pekan silam.
Kapolres Aceh Barat, AKBP Raden Bobby Aria Prakasa SIK melalui Kasat Reskrim AKP Marzuki SH menjawab Serambi, Minggu (1/4) mengatakan pria tersebut merupakan kunci dari kasus tersebut.
Polisi sangat memerlukan keterangan dari pria tersebut untuk mengungkap kasus itu hingga ke akarnya.
Selain mendalami keberadaan pria tersebut, polisi terus masih mengembangkan dan melengkapi berkas perkara pasutri yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Seperti diberitakan, Polres Aceh Barat membongkar kasus prostitusi (kejahatan seksual) melibatkan anak di bawah umur pada sebuah rumah kontrakan di Kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh, Aceh Barat, Jumat 16 Maret 2018.
Baca: Ingat “RA” Germo Prostitusi Artis? Bebas, Kini Ia Buat Pengakuan Mencengangkan Terkait Tarif Artis
Polisi mencokok pasutri yang diduga terlibat kasus ini. Sedangkan seorang anak perempuan yang juga warga Aceh Barat, sebut saja namanya Jingga (15) yang masih duduk di sekolah lanjutan pertama, dikembalikan kepada orang tuanya.
Pasutri yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu mengaku praktik tersebut sudah setahun lebih mereka lakoni di rumah yang mereka kontrak di salah satu desa dalam Kecamatan Johan Pahlawan.
Tarif dalam kasus ini berkisar Rp 500 ribu dengan rincian Rp 300 ribu untuk anak dan Rp 200 ribu untuk pasutri sebagai penyedia tempat.
Sementara itu, ratusan mahasiswa menolak praktik prostitusi (kejahatan seksual) yang belakangan ini terungkap terjadi di sejumlah tempat di Aceh.
Mereka juga meminta pemerintah menindak tegas pelaku prostitusi, sedangkan polisi dimita proaktif untuk membongkar semua praktik yang memalukan rakyat Aceh tersebut.
Desakan itu disampaikan mahasiswa dalam aksi dengan berjalan kaki yang start dan finish-nya di Masjid Agung Baitul Makmur Meulaboh, Aceh Barat, Minggu (1/4).
Aksi damai dengan membawa pelantang suara dan berbagai tulisan itu berlangsung di jalan-jalan utama di Meulaboh, seperti Jalan Imam Bonjol, Manekroo, Swadaya, Nasional, Gajah Mada, lalu kembali ke Jalan Imam Bonjol, dan berakhir di masjid.
Dalam orasi secara bergantian, mahasiswa menyatakan prostitusi harus ditolak dari bumi Aceh. Mereka juga menolak LGBT di Aceh.
“Semua praktik prostitusi dan kejahatan seksual harus diberantas di Aceh. Daerah kita merupakan Nanggroe Syariat Islam, maka perlu dijaga dan dikawal. Jangan sampai dirusak oleh pelaku kejahatan seksual itu,” teriak peserta aksi.
Koordinator aksi, Ibnu Maja kepada Serambi kemarin mengatakan, aksi itu sebagai bentuk penolakan terhadap kejahatan seksual yang belakangan muncul di Aceh.
Mereka sindikat praktik prostitusi itu dibongkar dan pihak-pihak yang terlibat harus ditindak. “Mari kita jaga bumi syariat Islam ini dari praktik kejahatan seksual,” serunya.
Ibnu Maja yang berasal dari Lembaga Dakwah Kampus UTU menyebutkan, aksi itu melibatkan mahasiswa dari sejumlah kampus seperti UTU, STAIN Tgk Chik Dirundeng, STKIP Bina Bangsa, dan STIMI. “Jangan berbuat maksiat di Aceh. Ini daerah kita. Mari kita jaga Aceh sebagai daerah syariat Islam,” imbaunya.(riz)