Laporan Wartawan Tribun Medan, Jefri Susetio
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Psikolog Kota Medan Irna Minauli mengatakan, observasi terhadap Kompol Fahrizal ke rumah sakit jiwa merupakan keharusan supaya bisa melakukan diagnosis.
Tapi beberapa orang mungkin saja mengembangkan perilaku berpura-pura gila. Agar terhindar dari hukum berat.
"Para psikolog atau psikiater akan menelusuri faktor-faktor predisposisi dan pencetusnya. Secara teoretis, gangguan jiwa tidak akan muncul secara tiba-tiba karena umumnya sudah muncul gejala sejak masa kanak-kanak atau masa remaja," ujarnya saat dihubungi Tribun-Medan.com, Rabu (25/4/2018).
Bila terbukti pelaku mengalami gangguan jiwa maka hukum tidak dapat diberlakukan.
Hukuman hanya diberikan ketika seseorang dalam keadaan kesadaran penuh (compos mentis).
Jadi para peneliti akan menelusuri apakah pelaku dalam keadaan kesadaran penuh (compos mentis) ketika melakukan kejahatan.
Mereka yang berpura-pura gila tentunya harus bisa menunjukkan faktor-faktor predisposisi yang sudah ada sebelumnya.
Beberapa gangguan jiwa seperti skizofrenia dan depresi biasanya akan lebih mudah dideteksi sehingga kecil kemungkinan dapat lolos dari seleksi yang berlapis dan ketat.
Baca: Pria Gangguan Jiwa Tikam Ayah dan Saudara Kandungnya
Seperti seleksi masuk Akademi Kepolisian (Akpol) atau kenaikan pangkat.
Gangguan jiwa seperti anti-social personality disorder, atau yang orang awam kenal sebagai psikopat, mungkin tidak terdeteksi.
Mereka umumnya dapat beradaptasi dengan lingkungan secara baik.
Hanya saja, mereka cenderung bersikap manipulatif sehingga mampu mengecoh banyak orang demi kepentingannya.
"Para psikopat juga sering digambarkan sebagai seorang yang cerdas dan memiliki penampilan yang menarik. Akan tetapi di balik daya tariknya itu, mereka sering bersikap manipulatif dan impulsif sehingga tidak mampu menahan dorongannya," katanya.
Menurutnya polisi merupakan salah satu pekerjaan yang penuh tekanan (stressful), terlebih ketika mereka banyak berhubungan dengan para kriminal. Kondisi psikologis mereka seringkali menjadi labil karena perasaan tidak aman akibat pekerjaannya yang seringkali berisiko tinggi.
Kondisi ini seringkali diperparah ketika ada masalah internal dalam kehidupannya.
Ketika membahas kemungkinan adanya masalah kejiwaan yang melatarbelakangi maka perlu dilihat beberapa aspek seperti faktor predisposisi (sebelum kejadian seperti kepribadian pelaku dan peristiwa-peristiwa yang stressful sebelumnya).
Selanjutnya, dilihat juga apa yang menjadi faktor pencetusnya (trigger).
Baca: Luka Bakar Parah, Dua Korban Kebakaran Sumur Minyak di Aceh Dirujuk ke Medan
Seringkali seseorang yang memendam kemarahan tertentu kemudian melampiaskan secara tidak tepat.
Mereka mungkin melakukan displacement yaitu melampiaskan kemarahannya pada orang yang salah.
Misalnya, kemarahan mungkin ditujukan pada sang ibu, namun ketika dihalang-halangi oleh adik iparnya sehingga kemarahan diarahkan pada orang yang ada dihadapannya.
Mereka yang membawa senjata api seringkali memiliki perasaan berkuasa dan kebal alias merasa dirinya superior.
Jadi, mereka yang memiliki senjata api, seharusnya dilakukan pemeriksaan psikologis secara berkala, minimal enam bulan sekali. Mereka yang sedang dalam masalah atau labil secara emosional seharusnya ditarik hak atas penggunaan senjata api.
Setelah melakukan kejahatan yang menghabiskan nyawa orang lain, seringkali seseorang mengalami fase mati rasa (numbness) sebagai reaksi shock atas kejadian tersebut. Mereka kemudian terlihat menjadi linglung.
Fase selanjutnya yang sering menyertai adalah kemarahan. Pelaku mungkin akan berusaha untuk melukai dirinya atau orang lain. Dalam axis 5 dari DSM (Diagnostic and Statistical Manualfor Mental Disorder).
Ketika seseorang sudah memiliki keinginan untuk melukai dirinya sendiri maupun orang lain maka mereka sudah dalam kategori yang membahayakan sehingga perlu dimasukkan ke rumah sakit jiwa.
Setelah fase kemarahan, biasanya akan dilanjutkan dengan fase depresi ketika mereka menyadari kekeliruan yang dilakukannya. Indikasi dari skizofrenia ditandai dengan adanya halusinasi dan pikiran delusional.
Halusinasi ketika seseorang bisa melihat, mendengar atau mencium sesuatu yang tidak ada stimulusnya atau yang orang lain tidak bisa melihat atau mendengarnya. Itu sebabnya mereka sepertinya mendengar suara tertentu atau melihat hal yang tidak dilihat orang lain.
"Pikiran delusional biasanya berbentuk grandiose (waham kebesaran). Seperti merasa dirinya sebagai seorang yang hebat, waham persecution (merasa dikejar-kejar sehingga biasanya mereka menjadi paranoid). Dua waham ini yang paling banyak dialami pada kasus skizofrenia," ungkapnya. (tio/tribun-medan.com)