Laporan Wartawan Surya Hanif Manshuri
TRIBUNNEWS.COM, LAMONGAN - Insiden Mako Brimob antara polisi dengan para narapidana teroris (napiter) semata dipicu ketidakpahaman para napi terkait standar operasi prosedur (SOP) yang harus dilakukan aparat, termasuk kepolisian.
"Kerusuhan di Mako Brimob harus tahu faktor-faktor yang memicu," ungkap Ali Fauzi, mantan kombantan, instruktur perakit bom dan pentolan Jamaah Islamiyah (JI) saat ditemui Surya, Sabtu (12/5).
Kabarnya hanya soal makanan, namun menurut Ali Fauzi tidak seremeh ini.
Informasi yang didapatkan adik trio bomber Bali ini, ada informasi dari dalam yakni adanya berita yang menguap bahwa ada akhwat atau saudara napiter yang disekap.
"Menurut istilah saya, bukan disekap tapi diamankan," sambungnya.
Ali memahami mereka para napiter ini tipikal sumbu pendek.
Begitu mendapat informasi langsung direspon tanpa dilakukan proses check and recheck.
'Kembaran' Shin Tae-yong yang Aslinya Tak Gila Bola, Suwito Sosok Mirip Pelatih Timnas U23 Indonesia
Breaking News: Ketum PSSI Resmi Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong Sebagai Pelatih Timnas Indonesia!
Baca: Sidang Tuntutan Terdakwa Teror Bom Thamrin Ditunda
Tentu ini sesuatu yang kurang baik dan cukup disayangkan hingga meletus kerusuhan dan akhirnya memakan korbaan anggota polisi dan napiter.
Ali menyebut kelompok teroris yang muncul 2010-2018 ini tidak pernah ikut konflik seperti di Ambon dan Poso.
Kelompok ini muncul pasca Jamaah Islamiyah (JI) off tidak melakukan aksi.
Napiter ini kemudian meneruskan aksi-aksi sporadis yang diawali pelatihan militer di pegunungan di Jantu Aceh pada 2011 dan beberapa di antara mereka yang masuk bidikan polri.
Mereka ini yang masih patuh dengan sosok Aman Abdurrahman yang sudah dua kali masuk penjara dan sekarang sedang menjalani proses hukum lagi terkait penyerangan di jalan Tamrin Jakarta.
Ali Fauzi mengungkapkan kemampuan para teroris 2010-2018 dalam perakitan bom bersekala besar masih diragukan.
Bom yang mereka buat dan diledakkan, bombnya kecil-kecil dengan ukuran 2-3 kg.
"Belum ada bom yang menyamai bom Bali 1, Meriot 1 dan 2. Bom Kedubes Austalia dan Filipina," ungkapnya.
Kelompok ini, lanjut Ali, belum pernah terlatih di luar negeri.
"Jadi pelatihannya hanya skala kecil. Mereka hanya mendapat kursus singkat yang kemudian mereka coba-coba," katanya.