TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sepekan sudah tragedi teror bom di Surabaya. Tetesan air mata keluarga korban belum juga kering, karena beberapa jenazah baru dipulangkan dari Polda Jatim.
Sebagian yang lain, masih mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit karena luka-luka.
Enam pelaku teror bom di tiga gereja di Surabaya sudah dikebumikan di Sidoarjo setelah mendapatkan penolakan dari masyarakat Surabaya.
Nama Dita Oepriarto muncul sebagai kepala rumah tangga, karena pengeboman tiga gereja itu ternyata dilakukan oleh satu keluarga. Ayah, ibu, dan empat orang anak.
Ahmad Faiz Zainuddin, salah seorang teman Dita dari kelompok pengajian lalu muncul memberikan statemen di akun Facebooknya yang sempat viral. Ternyata ketakutkan puluhan tahun lalu pun terjadi juga.
"Saya getun, saya sedih atas kejadian ini, tapi saya nggak kaget. Karena benihnya ini sudah dipupuk sangat lama, sekarang tinggal panen raya saja," kata Faiz saat ditemui Surya.co.id, di rumah salah seorang temannya, Jalan Manyar Sabrangan, Surabaya, Selasa (22/5).
Pria yang dikenal sebagai trainer cukup terkenal ini pun mengakui jika setelah status Facebooknya yang viral itu, dia mendapatkan banyak komentar jelek.
Tapi Faiz tidak bergeming, sudah sepatutnya dia menulis uneg-uneg, yang sebenarnya tidak hanya dia rasakan. Namun juga dukungan dari orang-orang yang sempat jadi mentor Dita saat SMA, yang sudah tobat sejak awal.
"Saya kenal di pengajian, kenal dari jauh. Kok saya berani cerita banyak? karena saya berteman dekat dengan beberapa orang yang berada di dilingkaran pertama Dita, mentor ideologisnya," kata Faiz mulai bercerita.
Faiz tidak heran teman dekat dan teman sekelas Dita membanjiri kolom komentar status Facebooknya, yang sempat viral itu.
Mereka bilang bahwa Dita baik, suka bersedekah, figur ayah yang baik, setia kawan, dan masih banyak kebaikan lainnya.
Faiz tidak membantah apa yang teman-teman Dita sampaikan.
"Yang perlu orang-orang sadari bahwa kenal dengan Dita, atau orang-orang seperti ini, anda kenal sejauh mana? Tetangganya saja tidak tahu, ibunya sendiri saja gak tahu, teman-teman pengajian pun, kalau itu lingkaran luar mereka juga tidak akan tahu. Nah siapa yang tahu? Ya yang mengkader Dita, mentornya," ungkap Faiz.
Menurut Faiz salah kalau orang bilang 'saya loh kenal dengan Dita'. Karena sebenarnya kenal di sisi mananya?
Karena ini bagian dari cover idologi, atau ideologi yang dia tutupi dan nggak akan orang-orang seperti Dita share ke semua orang.
"Saya tahu dia dari orang-orang yang pernah jadi mentor Dita saat itu. Saya berteman baik dengan para mentor, bahkan sampai sekarang dalam kondisi mereka sudah bertaubat," tambah Faiz.
Pria 40 tahunan ini mengaku jika ideologi keras seperti itu dia kenal saat di bangku SMA. Pelajaran SKI di sekolah, sementara pengajiannya dilakukan di luar sekolah.
Faiz mengungkapkan saat SMA itu, ideologinya masih tahap meyakini negara tidak benar, aturan yang dipakai bukan Islam. Saat itu, ideologinya hanya diyakini dalam hati saja, tidak memakai kekerasan.
"Nah Dita sudah punya benih ini saat SMA, kemudian dia berevolusi ke organisasi yang lebih ekstrem, menghalalkan darah orang lain. Menjadi teroris itu tidak ujug-ujug jadi teroris, ada prosesnya," lanjut Faiz.
Seorang teroris juga tidak bisa dikenali dari latar belakang pelaku. Keluarga Dita berasal dari keluarga baik, dia tidak sedang stres, berprestasi, pintar kimia, dia juga dari keluarga kaya, dia ahli sedekah, setia kawan, dan lemah lembut.
Menurut Faiz, Dita adalah orang baik, cuma terkena ideologi yang salah.
"They are among us, just like us, we can't notice them. Saat saya diajak orang NII pun, mereka pakai pakaian biasa (tidak ada tanda-tanda pakaian kelompok tertentu)," tegasnya.