Laporan Wartawan Surya David Yohanes
TRIBUNNEWS.COM, TULUNGAGUNG - Kepolisian Polres Tulungagung dan Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif (ULT PSAI) melakukan assessmen terhadap kasus anak SD yang menghamili siswi SMP.
"Assessmen diperlukan untuk memastikan apa keperluan anak," terang Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulungagung, Winny Isnaeni.
Menurut Winny, dalam kasus anak yang hamil tidak harus dinikahkan dengan pacarnya sebab ekses dari pernikahan dini ini bisa lebih buruk.
"Ada yang malah menjadi KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), ada juga yang melahirkan banyak anak," ujar Winny.
Diakui Winny, dalam kondisi anak hamil, orangtua secara psikologi ingin ada pertanggungjawaban namun terlebih dulu anak harus menjalani assessmen untuk memetakan kebutuhannya.
"Mereka butuh pemulihan dan harus ditangani psikolog," tambah Winny.
Baca: Sempat Ngaku Dihamili dan Dipaksa Aborsi Oknum Pilot Garuda, Begini Nasib Wanita Ini Sekarang
Kasus persalinan di bawah 18 tahun di Tulungagung terus menurun.
Tahun 2015 angkanya mencapai lebih dari 400 kasus.
Tahun 2016 menurun 380 lbih. Danbtahun 2017 di bawah 300 kasus.
"Angka itu didapat secara akumulatif dari pada bidan," ungkap Winny.
Angka di Kabupaten Tulungagung sebenarnya relatif kecil jika dibandingkan dengan wilayah lain di Jawa Timur.
Winny menambahkan, pernikahan dini karena kasus yang dialami oleh Koko dan Venus bukan pelanggaran undang-undang, melainkan pelanggaran hak anak.
Venus (13) siswi kelas VIII SMP hamil karena berhubungan dengan kekasihnya, Koko (13) seorang siswa jelas V SD.