Laporan Wartawan Tribun Jabar, Yongky Yulius
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG- Inovasi dari Institut Teknologi Bandung selalu patut diapresiasi tinggi.
Satu di antara sejumlah inovasi itu adalah pemanis alami glikosida steviol (stevia) dari daun tanaman stevia.
Tim peneliti dari staf dosen Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF-ITB) telah melakukan penelitian dengan topik “Pengembangan Proses Produksi Pemanis Alami Glikosida Steviol (Stevia) dari Daun Tanaman Stevia.”
Tim peneliti terdiri dari Rahmana Emran Kartasasmita, Elfahmi, Muhammad Insanu, dan As’ari Nawawi.
Rahmana Emran Kartasasmita menjelaskan, penelitian yang dilakukan oleh timnya sudah dimulai sejak 2012.
"Pada tahun tersebut, masih dilaksanakan dalam skala laboratorium. Pada tahun 2015 tim mendapatkan dana penelitian dari Kementerian Kesehatan melalui program Fasilitasi Pengembangan Bahan Baku Obat (BBO) dan Bahan Baku Obat Tradisional (BBOT)," ujarnya via keterangan tertulis, Selasa (10/7/2018).
"Berkat pendanaan tersebut, penelitian dapat dilakukan pada skala yang lebih besar dengan menggandeng PT Kimia Farma sebagai industri mitra."
Lebih lanjut Rahmana Emran menjelaskan, daun dan herba tanaman stevia mengandung senyawa yang memiliki rasa manis (glikosida steviol, GS) dengan kadar cukup tinggi.
"Kemanisan senyawa GS mencapai 300 kali lipat dari gula sehingga GS yang diperoleh melalui ektraksi daun dan herbal tanaman Stevia ini banyak digunakan sebagai pemanis alami pensubstitusi gula, khususnya bagi yang memerlukan asupan kalori rendah," ujarnya.
"GS sebagai pemanis alami sudah lama digunakan dan dinyatakan aman oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi international di bawah FAO dan WHO yang mengeluarkan berbagai standard dalam bidang pangan."
Sebagai pemanis intensitas tinggi (high intense sweetener), GS memiliki tingkat kemanisan yang tinggi.
Pada kadar rendah, GS sudah mampu memberikan rasa manis yang memadai.
"Sebagai ilustrasi, untuk memaniskan satu cangkir minuman, cukup digunakan 30-40 mg GS yang lazimnya digunakan dalam bentuk sachet. Keunggulan lainnya, GS tidak memiliki nilai kalori sehingga tidak akan menyebabkan kenaikan gula darah setelah dikonsumsi," kata Emran.
"Oleh karena itu, pemanis alami ini sesuai untuk digunakan oleh penderita diabetes maupun yang memerlukan asupan kalori rendah seperti yang sedang melakukan diet rendah kalori."
Sayangnya, di Indonesia, pemanis alami tersebut masih sepenuhnya diimpor.
Padahal, tanaman bernama latin Stevia rebaudiana Bertoni ini bisa hidup dan cocok untuk ditanam di dataran tinggi di Indonesia, seperti di daerah Ciwidey, Kabupaten Bandung.
"Sampai sekarang, belum ada satu pun industri di Indonesia yang melakukan ekstraksi daun Stevia dan memproduksi GS sebagai pemanis alami pada skala komersial," kata Rahmana Emran.
Proses ekstraksinya, sambungnya, daun hasil panen yang telah dipetik petani kemudian disortir dan dikeringkan terlebih dahulu.
Setelah kering lalu dirontokkan daunnya dari tangkai.
Kemudian, dilanjutkan proses penghancuran menggunakan mesin agar lebih halus berbentuk bubuk.
Selanjutnya, dilakukan proses ekstraksi, dengan berbagai teknik, ada yang menggunakan air terlebih dahulu atau pelarut lain yang diizinkan untuk pengolahan pangan.
Berikutnya, yaitu proses pemurnian dan pengkristalan menjadi serbuk GS yang berwarna putih.
“Semua hasil penelitian ini sudah dilaporkan dan diserahkan ke Kementerian Kesehatan sebagai pemberi dana."
"Untuk tindak lanjut produksi stevia pada skala komersial, Kementerian Kesehatan akan memfasilitasi bila ada industri yang berminat."
"Kami berharap ada industri yang berminat dan bisa menindaklanjuti hasil penelitian ini,” ujar Rahmana Emran. (*)