Laporan Reporter Tribun Jogja Noristera Pawestri
TRIBUNNEWS.COM - Siapa sangka kulit kacang yang selama ini dibuang, ternyata dapat diubah menjadi sumber energi.
Adalah Stephanus Satria, mahasiswa FMIPA UGM yang berhasil menemukan potensi sumber energi alternatif yang terkandung pada kulit kacang.
Stephanus menceritakan, awal mula ide untuk meneliti kulit kacang ini lantaran di desanya, Desa Banaran, Kecamatan Playen Gunungkidul banyak menghasilkan kacang tanah.
Para petani bisa menghasilkan kacang tanah sebanyak 2,64 ton perhektare.
Namun selama ini, panenan kacang oleh petani hanya dimanfaatkan isinya saja.
Sementara kulitnya tidak dimanfaatkan, bahkan sebagian dibuang atau dibakar begitu saja.
"Padahal kulit kacang tanah memiliki senyawa selulosa yang tinggi. Di sinilah ide muncul untuk meneliti kulit kacang tanah,” tuturnya melalui keterangan tertulis yang diterima oleh Tribunjogja.com pada Selasa (10/7/2018).
Lebih lanjut ia menjelaskan, kulit kacang memiliki senyawa selulosa lebih tinggi dari pada limbah lain seperti bonggol jagung, jerami, serbuk kayu sengon, dan ampas tebu.
Senyawa selulosa yang terdapat pada kulit kacang mencapai 63,5 persen, sehingga memiliki potensi yang cukup besar untuk dijadikan bioetanol sebagai sumber energi alternatif.
"Dalam proses pembuatan bioetanol, kulit kacang digiling sehingga menjadi tepung," kata dia.
Selanjutnya, Lignin yang terdapat pada kacang dibersihkan dengan larutan NaOH agar mempercepat reaksi hidrolisis.
Kulit kacang yang sudah dibersihkan kemudian melewati proses hidrolisis enzimatik sehingga menghasilkan senyawa glukosa.
“Senyawa glukosa inilah yang akan difermentasi dengan mikroorganisme untuk menghasilkan bioetanol,” ucap Stephanus Satria
Dari penelitian ini, Stephanus menemukan bahwa 10 gram kulit kacang kering mampu menghasilkan 4 mL bioetanol.
“Umumnya pembuatan bioetanol menggunakan larutan asam seperti HCL dan H2SO4 dan reaksi pada suhu tinggi sehingga bersifat korosif pada lingkungan dan membutuhkan energi yang tinggi," papar dia.
Namun, dalam penelitian ini proses pembuatan bioetanol menggunakan metode enzimatik sehingga limbah tidak merusak lingkungan serta tidak menggunakan suhu tinggi.
Dengan demikian, menurutnya hal ini sangat memungkinkan jika dibuat dalam skala besar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, rata-rata produksi kacang tanah kurang lebih 700 ribu ton setiap tahunnya.
Stephanus menghitung, jika bobot kulit kacang kering sebesar 12-13 persen dari massa total kacang, maka ada sekitar 90 ribu ton kulit kacang yang dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol dan menghasilkan sekitar 36 juta liter Bioetanol setiap tahunnya.
Ditambahkannya, konversi energi menggunakan generator berbahan biofuel, membutuhkan bahan bakar sekitar 3,5 liter/kWh.
Dengan rata-rata pemakaian normal listrik 124 kWh/rumah, maka jumlah produksi etanol dari kulit kacang jika dilakukan secara maksimal dapat menerangi sekitar 6000 rumah setiap tahunnya.
“Harapannya bioetanol dapat digunakan sebagai biofuel untuk dapat menerangi desa-desa yang belum dialiri listrik,” jelas dia. (tribunjogja)