News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bermimpi Kebunya Ramai Seperti Pasar, Prawoto Tak Menyaka Bakal Temukan Tumpukan Benda Purbakala

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Situs Purbakala - Tumpukan batu bata temuan di Dusun Kalongan Wetan, Desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Pasuruan, Jatim.

TRIBUNNEWS.COM, PASURUAN - Warga Dusun Kalongan Wetan, Desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Pasuruan, Jatim geger, Rabu (22/8/2018) pagi.

Sebuah tumpukan batu bata yang tertata rapi ditemukan di sawah milik Prawoto (40) warga setempat.

Tumpukan batu bata ini diyakini masyarakat merupakan situs purbakala yang merupakan peninggalan kerajaan zaman dulu.

Saat ini, keberadaan tumpukan batu bata menjadi tontonan warga setempat. Banyak warga yang penasaran akan temuan ini.

Temuan ini sudah dilaporkan ke pihak desa setempat, dan BPCB Trowulan.

Sementara Prawoto terlihat duduk di bawah pohon pisang di kebun miliknya, Rabu siang.

Kebun milik Prawoto ada di Dusun Kalongan Wetan, Desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Pasuruan.

Di tanah seluas 250 meter miliknya, bapak satu anak ini sudah tiga tahun terakhir bercocok tanam.

Dulu, ia hanya membeli tanah ini seharga Rp 60 juta. Setelah dibeli dengan uang tabungannya, Prawoto mulai mengembangkan usahannya di bidang pertanian.

Tanahnya ditanami lombok, timun, bawang prei, dan tomat.

Sudah puluhan juta ia dapatkan dari hasil bercocok tanam di kebun miliknya yang baru saja dibeli tiga tahun lalu menggunakan uangtabungannya.

Minggu (19/8) lalu, ia merasakan hal yang aneh saat mencangkul di kebunnya.

Ia merasakan sesuatu yang berbeda saat mencangkul.

Cangkulnya seperti memukul benda yang keras. Setelah ditelusuri, ia melihat ada batu bata di dalamnya.

"Saat itu saya mau tanam bawang prei. Nah kok cangkulnya membentur benda keras."

"Biasanya kalau kena tanah kan empuk ya, ini keras sekali. saya cek, terlihat ada batu bata."

"Saya singkirkan tanahnya dan saya bersihkan sedikit demi sedikit secara perlahan," katanya kepada Surya (Grup Tribun-Bali.com).

Nah, saat dibersihkan, kata dia, nampak batu bata dengan ukuran yang besar.

Ia ambil batu batanya. Ia pun kaget. Ia mengira hanya satu bata bata, ternyata masih banyak di bawahnya.

Ia memperkirakan, sudah 36 batu bata yang sudah diambilnya dan diletakkan ke atas.

"Sudah saya ambil 36. Nah, ternyata masih banyak di dalamnya. Saya takut, dan saya tidak meneruskannya."

"Saya berhenti tidak melanjutkan mencangkul untuk persiapan tanam bawang prei," ceritanya.

Selanjutnya, ia menceritakan temuan itu ke beberapa tetangga dan kawannya.

Ia disarankan untuk melapor ke pihak desa. Nah, Selasa malam, kata dia, pihak desa datang ke kebunnya untuk melihat temuannya itu.

"Katanya desa sudah melapor ke BPCB Trowulan. Nah, surat sudah dilayangkan menunggu balasan dari BPCB Trowulan."

"Saya juga diminta untuk tidak melakukan aktivitas di sini. Artinya, dilarang untuk aktivitas penggalian atau penanamam tanaman dalam bentuk apapun."

"Disterilisasi semuanya dan dibiarkan sampai menunggu kedatangan petugas," tambah pria yang berjualan bakso keliling setiap harinya ini.

Ia juga tidak mengetahui apa sebenarnya tumpukan batu bata ini.

Apakah situs purbakal peninggalan zaman kerajaan, atau apa.

Yang jelas, ia baru pertama kali melihat batu bata yang memiliki panjang dan lebarnya tidak umum dengan batu bata di zaman sekarang.

Ukurannya lebih besar dibandingkan dengan batu bata yang ada sekarang ini.

Prawoto pun mengaku tidak menyangka sebelumnya.

Ia tidak pernah merasakan hal aneh selama bercocok tanam tiga tahun terakhir di kebun miliknya itu.

Selama tanam tiga tahun ini, ia lancar dan hasil dari tanamannya selalu melimpah.

"Tanahnya subur. Saya tanami lombok, timun, tomat, bawang prei, saya gilir setiap bulannya itu tumbuh dan menghasilkan."

"Bahkan, hasil dari kebun ini bisa saya gunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Per bulan hasil panen bisa lebih dari Rp 1 juta," urainya.

Suami dari Tramiasi ini mengaku sudah dua kali, tanah kebunnya ini ditawar orang.

Pertama, ditawar Rp 80 juta dan kedua Rp 120 juta. Ia menolak tawaran itu, karena memang tidak berniat untuk menjualnya.

Alasannya, karena ini merupakan hasil tabungannya dan sampai kapan pun tidak akan pernah dijual.

"Dulu saya pernah mimpi dua kali bahwa kebun ini seperti pasar, rame sekali."

"Rame orang yang datang, tapi masih sepi penjualnya. Kalau orang jawa bilang, mungkin ini pertanda kebun saya ini pasarnya. Saya bisa mendapatkan keuntungan dari sini."

"Makanya saya telaten untuk bercocok tanam di sini," tutup bapak dari Eko Rahman Arif tersebut. (iih)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini