Laporan Wartawan Tribun Medan, Dohu Lase
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Sepuluh penumpang dan tiga kru Kapal Motor (KM) Jaya, kapal yang sempat hilang kontak kemarin, telah dievakuasi dan dalam kondisi selamat.
Sembilan di antaranya, warga negara (WN) Australia, kini berada di salah satu resort di Pulau Ujunglolok, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
"Sembilan turis asal Australia telah sampai di sebuah resort di Ujunglolok pada Rabu (22/8/2018) sekitar pukul 21.00 WIB," ujar Dandim 0213/Nias Letkol (Inf) Raymond Rajasulung Purba via seluler, Kamis (23/8/2018) sore.
Baca: Dramatis, Sopir Bus Lelet, Metty Ambil Alih Setir dan Kendarai Sendiri Angkutan Bandara ke Kualanamu
Raymond mengatakan, kapal kayu yang ditumpangi sembilan WN Australia, tiga Anak Buah Kapal (ABK), serta seorang penumpang warga lokal dihantam badai saat di perairan antara Pulau Sarangbaung (Nias Utara) dan Pulau Sarangalu (Aceh Singkil).
Terjangan ombak cukup keras, hingga menyebabkan mesin kapal kemasukan air dan rusak.
"Itu di wilayah Aceh Singkil kejadiannya. Mesin kapal mogok, rusak akibat kena air. Baterai radio mereka juga habis. Ditambah lagi, sinyal di lokasi itu juga enggak ada," ujar perwira berpangkat dua bunga cengkeh emas di pundak ini.
Adapun identitas sembilan warga negara Australia yang menumpang KM Jaya, yakni Mal Harvey, Callum Murray, James Munro, Mark Morstead, Tim Skate, Simon Mamnix, Nicholas Skate, Dr Peter Braun, dan Hugh Gilchrist.
Sementara, ketiga ABK KM Jaya, yakni bernama Okta Derita Gea (nakhoda sekaligus pemilik kapal), Töliaro Zebua, Ama Hendi Waruwu. Satu orang penumpang warga lokal bernama Dulu Zai.
Dikatakannya, pihaknya bekerjasama dengan Pos SAR Nias dan Pos TNI-AL Lahewa, Nias Utara, hendak memulai pencarian terhadap KM Jaya ini pada Rabu (22/8/2018).
Namun, karena cuaca buruk, operasi pencarian terpaksa dibatalkan.
"Enggak bisa dilaksanakan pencarian, karena badai besar. Info dari BMKG, ketinggian gelombang laut di utara Pulau Nias bisa mencapai enam meter. Bahkan, kapal feri KMP Wira Victoria saja, yang bobotnya puluhan ton dan berukuran sekitar 89 meter × 17 meter, enggak jadi berangkat kemarin malam gara-gara badai ini," ungkapnya.
Raymond pun mengimbau agar masyarakat Kepulauan Nias, terutama yang beraktivitas di laut, agar senantiasa mengikuti perkembangan prediksi cuaca dari BMKG.
Kesaksian Nakhoda
Kedatangan Okta Dérita Gea langsung disambut gembira oleh istri dan anak-anaknya begitu ia tiba di rumahnya di Pulau Ujungsialit, salah satu pulau kecil dari gugusan Kepulauan Banyak, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kamis (23/8/2018).
Sebelumnya, sejak Selasa (21/8/2018) malam, ia beserta sembilan warga negara Australia dan para kru kapal yang lain dikira telah tewas tenggelam di perairan sekitar Pulau Sarangalu, Kepulauan Banyak.
Kapal yang ia nakhodai, yakni KM Jaya, dilaporkan hilang kontak pada Selasa (21/8/2018).
Komunikasi terakhir, yakni saat ia menyuruh istrinya untuk menghubungi pemilik resort di Pulau Ujunglolok, Kepulauan Banyak, bernama Friska Tambunan pada Selasa (21/8/2018) sekitar pukul 15.30 WIB.
Okta menyuruh istrinya untuk menginformasikan bahwasanya ia beserta sembilan warga negara Australia yang ia bawa akan bertolak dari Pulau Sarangbaung, Kabupaten Nias Utara, menuju Pulau Ujunglolok.
"Sekitar pukul 15.30 WIB, aku telpon istriku. Memberi kabar kalau kami sudah di Sarangbaung dan sebentar lagi akan berangkat menuju Ujunglolok," tutur Okta kepada Tribun Medan, Kamis (23/8/2018) petang.
Okta menuturkan, ia bertolak dari pelabuhan kecil di Desa Siöfabanua, Kecamatan Tuhemberua, Kabupaten Nias Utara pada pukul 11.00 WIB.
Setiba di Pulau Sarangbaung, ia berhenti. Pulau Sarangbaung ini terletak di antara Pulau Nias dan Kepulauan Banyak.
Ada sekitar 30 menit lamanya ia berhenti di Pulau Sarangbaung guna memberikan kesempatan bagi para turis asal Australia menikmati keindahan panorama eksotis Pulau Sarangbaung, Nias Utara.
Sementara para turis sedang asyik, di atas kapal Okta dihinggapi kecemasan. Ia memandang langit di atas perairan Kepulauan Banyak sedang mendung.
Dorongan dari salah satu anak buahnya lah yang memantapkan hatinya untuk meneruskan perjalanan menuju Pulau Ujunglolok.
"Sebenarnya, sebelum aku telepon istriku, sempat aku telepon ibu Friska. Mau minta masukan, bagaimana kalau kami kembali saja ke Pulau Nias. Hanya saat itu ibu Friska bilang, enggak usah. Terus, salah satu ABK bilang begini sama aku, 'Aeh, tola aefa ita ba da'a. Lö abölö-bölö si'ai mbadé sa'atö' (Ah, bisa kita lewati ini. Enggak kencang kali nya badainya)," ungkap Okta.
Okta pun akhirnya memutuskan meneruskan perjalanan. Sekitar pukul 15.30 WIB, sesaat usai menelepon istrinya, Okta bersama para anak buahnya dan turis asal Australia lanjut berlayar menuju Pulau Ujunglolok.
Di lokasi berjarak 15 menit Pulau Sarangalu, sekitar pukul 18.00 WIB, kapal yang dinakhodai Okta diterjang ombak.
Kuatnya ombak membuat air laut masuk ke dalam kapal dan membasahi seluruh benda di dalam ruang lambung kapal, termasuk mesin dan aki.
"Mati tagak (mandek-red) kapalnya. Enggak mau hidup, karena aki sudah kena air," kata Okta.
Selanjutnya, ABK menurunkan jangkar. Namun sial, yang diturunkan ABK ternyata jangkar bertali pendek, sehingga kapal terombang-ambing semakin jauh dari Pulau Sarangalu.
"Awalnya dibuat jangkar gantung. Baru sadar kalau kapal semakin jauh beberapa saat kemudian. Setelah itu, barulah diturunkan jangkar yang dalam. Di situ sinyal enggak ada lagi," ungkap Okta.
Semalaman, Okta dan yang lain terpaksa bermalam di atas kapal boat, terombang-ambing, ditemani air hujan dan angin kencang.
Sementara itu, di rumah Okta, istri Okta sudah gelisah. Menyadari belahan hatinya tak kunjung pulang hingga larut malam, istri Okta bergegas menyuruh sejumlah pemuda di kampungnya untuk mencari keberadaan dirinya.
"Hari Rabu (22/8/2018), kami akhirnya ditemukan oleh anak-anak muda yang juga kadang-kadang jadi anggota saya di kapal. Mereka disuruh sama istriku yang udah gelisah di rumah," ucap Okta.
Para awak kapal beserta sembilan turis asal Australia selanjutnya dibawa menuju Pulau Ujunglolok dengan cara dilansir, sebab hanya menggunakan perahu boat kecil.
Akhirnya, pada Rabu (22/8/2018) sekitar pukul 21.00 WIB, Okta beserta segenap para kru kapal dan para turis tiba di resort Pulau Ujunglolok. Kapal miliknya ia tinggal begitu saja di laut.
Keesokan harinya, ia kembali ke rumah, dan mengambil aki yang baru, lalu kembali ke kapalnya dan membawa kembali kapalnya.
"Ini sudah di Pulau Ujungsialit. Kapalnya sudah aku taruh di belakang rumah. Tadi pagi aku kembali ke lokasi kapal untuk antar aki. Tamu bule yang sembilan orang itu sudah aku antar ke Pulau Ujunglolok," pungkas Okta.
Sebagai informasi, nama-nama sembilan warga negara Australia penumpang KM Jaya, yakni Mal Harvey, Callum Murray, James Munro, Mark Morstead, Tim Skate, Simon Mamnix, Nicholas Skate, Dr Peter Braun, dan Hugh Gilchrist.
Sementara, ketiga ABK KM Jaya, yakni bernama Okta Derita Gea (nakhoda sekaligus pemilik kapal), Töliaro Zebua, Ama Hendi Waruwu.
Di atas kapal, terdapat satu orang penumpang warga lokal bernama Dulu Zai. (*)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Terungkap Alasan KM Jaya Hilang Kontak di Perairan Pulau Sarangalu, Ini Kesaksian Nakhoda,