Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG -- Saksi persidangan kasus Bupati Bandung Barat non aktif, Abubakar menghadirkan Aulia Hasan selaku putra Abubakar, Weti Lembanawati selaku Kadisperindag dan Kepala Bappelitbangda Bandung Barat, Adiyoto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Senin (3/9/2018). Weti dan Adiyoto berstatus terdakwa dalam kasus yang sama dan dalam berkas terpisah.
Keduanya memberi gratifikasi senilai Rp 860 juta pada Abubakar untuk pemenangan istrinya, Elin Marliah di Pilkada Bandung Barat yang berpasangan dengan Maman S Sunjaya. Uang itu didapat dengan meminta para kepala dinas di Pemkab Bandung Barat untuk setor.
Dalam persidangan itu, Aulia menjelaskan Abubakar ngotot mencalonkan istrinya. Padahal, keluarga sudah memberi masukan pada Abubakar untuk fokus pada penyembuhan penyakit kanker yang dideritanya.
"Semuanya (ketiga anak Abubakar) tidak setuju. Apalagi bapak sedang sakit keras, lebih baik fokus ke kesehatan bapak," kata Aulia di persidangan tersebut saat menjawab pertanyaan majelis hakim soal pencalonan Elin Suharliah.
Karena kengototan Abubakar mencalonkan istrinya itu, keluarga tidak bisa menolaknya. Akhirnya, keluarga mendukung keputusan Abubakar.
"Akhirnya mendukung keputusan bapak (Abubakar)," ujar Aulia.
Di persidangan, terungkap bahwa Abubakar meminta Aulia untuk mengambil uang Rp 100 juta dari Weti Lembanawati untuk kepentingan pilkada. Uang Rp 100 juta didapat dari setoran kepala dinas.
"Saya waktu itu ditelpon bapak (Abubakar) disuruh ngambil Rp 100 juta ke bu Weti. Uang saya serahkan ke Ahmad Dahlan atau Ebun, dia sebagai bendahara tim pemenangan," ujarnya.
Ahmad Dahlan membenarkan keterangan Aulia. Ia mengakui mengelola uang kampanye pasangan Elin-Maman S Sunjaya. Total dana kampanye yang diterima dan dilaporkan ke KPU Bandung Barat Rp 1 miliar. "Selain dari Elin, ada juga dari Apung (Kadis LH) dan Ade Komarudin (Kadishub)," katanyaā€ˇ.
Pada sidang sebelumnya, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Abubakar dalam dua dakwaan primer dan subsidair yakni Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat 1 KUH Pidana.
Kedua, pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat 1 KUH Pidana.