TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ribuan warga yang berada di Kota Palu, Sulawesi Tengah dan daerah terdampak dari gempa bumi dan tsunami, masih diminta untuk tidak masuk ke dalam bangunan maupun rumah.
Demikian disampaikan Kepala Pusat Data dan Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho saat menggelar konferensi pers di kantornya, Jakarta, Sabtu (29/9/2018).
Menurut informasi yang diterimanya kemarin, masih banyak warga yang tidur di jalanan sejak tadi malam. Pasalnya, tidak memungkinkan bagi mereka untuk tetap berada di dalam rumah.
Ditambah, masih ada kemungkinan gempa susulan yang akan terjadi dalam waktu-waktu belakangan ini.
"Iya, masih ada yang tidur di jalanan. Saya juga mengimbau untuk tidak dulu masuk ke dalam bangunan karena masih ada kemungkinan gempa susulan," jelasnya.
Sampai pada pukul 16.00 WIB, setidaknya baru 24 titik pusat pengungsian yang bisa diakses oleh warga di Kota Palu dari total pengungsi yang mencapai 16.732 orang.
Baca: Satu Keluarga di Palu Dilaporkan Masih Hilang, Jumlah Korban Tewas Mencapai 420 Orang
Kebutuhan tenda, terpal, selimut, makanan siap saji, air bersih, tenaga medis dan obat-obatan, sangat mendesak bagi para warga.
Sutopo mengungkapkan setidaknya sudah dua gardu listrik yang sudah menyala dari total tujuh gardu yang sebelumnya mati.
Pihaknya bersama dengan pemangku kepentingan akan terus berupaya untuk menghidupkan gardu-gardu tersebut sehingga, dapat menghidupkan komunikasi yang sempat terputus.
"Terutama di Kabupaten Donggala. Kami, masih belum bisa akses ke sana. Kemungkinan besar, di sana paling buruk dampaknya," jelas dia.
Korban jiwa meninggal yang semula diumumkan berjumlah 48 orang, seketika meningkat hingga 384 orang yang semuanya teridentifikasi berada di enam rumah sakit.
Sementara korban jumlah luka berat mencapai 540 orang.
Menurutnya, jumlah tersebut akan terus bertambah, mengingat masih banyak korban yang tertimpa reruntuhan bangunan atau terseret arus laut.
Baca: Perampok Tauke Padi Diringkus Warga dan Polisi Setelah Kelelahan Berenang di Danau Toba
"Masih kemungkinan terus bertambah. Karena yang belum teridentifikasi masih banyak," lanjut Sutopo.
Bukan hanya itu, akses darat menuju Palu, baik dari Makassar dan sekitarnya juga sempat terputus akibat tanah longsor yang diakibatkan oleh gempa berkekuatan 7,4 skala richter.
Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie yang mengalami kerusakan runway sepanjang 500 meter, kini telah dibuka kembali dan akan diproritaskan untuk bantuan dan logistik serta evakuasi warga menuju Makassar.
Tebing Bawah Laut Longsor
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko menganalisis terjadinya tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, terlebih soal bagaimana gelombang air laut yang setinggi 6 meter bisa menerjang daratan.
Gelombamg setinggi 6 meter sebelumnya dikatakan oleh Kepala Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho.
"BMKG bilang tinggi bisa mencapai 3 meter kan, tapi ternyata lebih, bahkan 6 meter. Analisis kami, itu tadi karena ada tebing bawah laut yang longsor dan volume air laut yang kemudian bertambah," ujarnya di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Sabtu (29/9/2018).
Dia berhipotesis karena tsunami terjadi di teluk, yakni Teluk Palu, terdorong oleh air yang merupakan hasil longsor tebing bawah laut itu.
"Karena teluk itu kan dia menjorok ketika ke daratan," tambahnya.
Dari sana, dia menjelaskan gelombang yang volume airnya besar itu pun menerjang daratan dengan kencang, karena terakumulasi dengan gelombang yang dibawa dari laut atau dari longsor bawah laut.
Baca: Miftah Nur Sabri Diteror SMS Fitnah Lewat Nomor Telepon Berkode +1 terkait Skandal Sandiaga
"Jadi mungkin awalnya di mulut teluk enggak terlalu besar, tapi begitu dia terdorong dari belakang dan teramplifikasi, itu akan naik dan kecepatannya juga tinggi," katanya.
Sukmandari menyebut kecepatan gelombang tsunami di Teluk Palu mencapai 250 km per jam.
"Dia karena didorong terus oleh gelombang dari belakang, jadi semakin tinggi gelombangnya," pungkasnya.
Longsor dasar laut itulah, yang kemudian membawa komponen tanah atau pasir sehingga air laut di Teluk Palu berbeda dengan air di Donggala.
"Air laut di Teluk Palu lebih keruh dibanding di Donggala, makanya waktu tsunami kelihatan airnya agak kekuningan," ujarnya.
Sementara itu, Sukmandaru menambahkan, banyaknya aliran sungai-sungai di Palu yang bermuara ke laut dan membawa komponen pasir dan tanah, juga mengakibatkan tanah itu mengendap di dasar laut.
Namun, ia menilai masih ada kemungkinan lain jika gempa darat memicu tsunami.
"Dan itu perlu diteliti lagi ya," ujarnya. (tribunnews/amriyono)