TRIBUNNEWS.COM, SIGI - Nini Windarini seorang guru Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah tampak lelah saat ditemui di pengungsian.
Dia baru saja mengitari beberapa desa yang ada di kabupaten tersebut.
Tujuannya, tidak lain hanya ingin mencari anak-anak muridnya dan ingin mendapat kabar baik dari mereka.
"Saya sudah lima hari ini terus mencari anak-anak murid saya. Saya harus mendapat kabar dari mereka," ujarnya di lokasi pengungsian Desa Lolu, Sigi Biromaru, Sigi, Senin (8/10/2018).
Baca: Rusli Bawa Rangka Sepeda Motornya dari Reruntuhan Gempa, Satu-satunya Harta Tersisa
Ujung kerudung birunya tampak terus dipegang.
Sesekali matanya melihat sekeliling. Dia mengaku cukup khawatir atas keselamatan anak muridnya.
Apalagi, beberapa diantaranya tuna rungu dan tuna wicara.
"Ya pasti, saya khawatir sekali. Mereka masih ada yang mendapatkan perlakuan khusus. Harus benar-benar diperhatikan. Apalagi sekarang ini kejadian bencana," lanjutnya.
Bermodal motor pinjaman dari tetangganya, dirinya mendata dan terus menghubungi orangtua murid.
Dari 30 murid yang bersekolah di SLB Inpres Kabupaten Sigi, baru empat murid yang bisa ditemuinya.
Terakhir, dia bercerita seorang anak di Desa Dolo, Sigi, melambaikan tangannya dan memberi tahu bahwa kabarnya baik-baik saja.
"Kemarin satu ketemu, dia dadah-dadah sama saya. Bilangnya hai ibu guru, saya baik-baik saja," senyum Nini sungging menceritakan kembali kejadian itu.
Ibu dengan tiga anak itu, mengaku kesulitan untuk terus mencari anak-anak murid. BBM yang masih sulit, jalan yang terputus hingga telekomunikasi yang masih belum lancar, mengharuskannya tetap menunggu kabar dan atau menyambangi satu persatu.
Beruntung, seluruh guru yang ada di sekolahnya, dikabarkan selamat dari kejadian naas tersebut. Namun, bangunan sekolah tidak lagi berbentuk. Jelas dia, bangunan sudah runtuh akibat gempa yang menimpa Jumat (28/9) lalu.
"Sudah tidak berbentuk lagi sekarang. Kalau harus masuk sekolah, saya harap ada bantuan tenda yang bisa diberikan untuk sementara," tukasnya.
"Apalagi, dalam waktu dekat ini guru-guru harus ada simposium nasional dan anak murid ada ujian," lanjut wanita berumur 44 tahun tersebut.
Kasi Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama Kabupaten Sigi, Yahya menjelaskan tidak hanya sekolah negeri yang banyak rusak.
Sebanyak 60 bangunan Madrasah di Kabupaten Sigi juga sudah tidak dapat lagi digunakan. Kata dia, tidak memungkinkan hari ini harus masuk ke sekolah bagi anak-anak. Masih banyak kendala yang harus dilalui mereka jika tetap bersekolah.
"Tidak bisa. Harus ada tenda sementara dulu kalau mau sekolah. Hampir sebagian besar bangunan sekolah dan madrasah tidak layak untuk menjalani aktivitas pendidikan," jelas pria yang bertanggung jawab atas kegiatan belajar Madrasah di Kabupaten Sigi itu.
Relokasi Sekolah
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad berencana akan melakukan relokasi sekolah di daerah terdampak gempa dan tsunami. Hal itu dilakukan sebagai salah satu solusi dari kerusakan bangunan yang dinilai lebih parah dari gempa Lombok.
"Persoalan yang terjadi di Sulawesi Tengah pasti agak lama dibandingkan Lombok, karena kerusakannya juga lebih parah dibandingkan Lombok," jelasnya kepada wartawan.
Pihaknya akan terus berupaya agar nantinya ada kebijakan khusus, sama seperti yang dilakukan ketika terjadi gempa dan tsunami di Aceh pada 2004.
Satu diantaranya adalah, tidak wajib mengikuti jadwal Ujian Nasional secara serentak dengan sekolah di Indonesia lainnya. Mereka akan lakukan ujian, ketika sudah siap.
Dalam waktu dekat ini, pihaknya aka membangun sekolah darurat dalam rangka mempercepat normalisasi proses belajar agar segera berjalan, juga merekrut sarjana pendidikan yang baru lulus.
"Masih berproses saat ini. Seperti yang disampaikan Pak Menteri baru perkiraan sekitar 2.300 sekian sekolah yang rusak. Tapi kami sedang melakukan pendataan." katanya.(ryo)