News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemanasan Global Berpotensi Bangkitkan Kembali Penyakit Kuno yang Mematikan

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Wabah Hitam (Black Death) yang melanda Eropa pada abad ke-14. Sekitar 2/3 penduduk Eropa meninggal akibat penyakit yang dipicu campak ini

TRIBUNNEWS.COM - Menurut seorang profesor dari Oxford University, pemanasan global bisa ‘membangunkan' kembali penyakit-penyakit kuno mematikan.

Selain itu, juga memicu wabah Black Death yang pernah membunuh 2/3 populasi Eropa pada abad ke-14.

Suhu global yang semakin tinggi akan melelehkan lapisan es yang menyimpan bakteri. Artinya, bakteri penyebab penyakit akan tersebar dengan mudah dan menciptakan pandemi global.

Profesor Peter Frankopan menyampaikan prediksinya di Cheltenham Literary Festival, Jumat (19/10) pekan lalu.

Menurut dia, ada bahaya yang mengintai jika kita tidak bisa memenuhi target Persetujuan Paris (Paris Agreement) untuk menahan laju peningkatan temperatur global di bawah 2 derajat celsius.

“Yang akan terjadi adalah melelehnya permafrost dapat melepaskan agen biologis yang telah terkubur selama ribuan tahun,” katanya.

Bila bakteri kuno tersebut dirilis kembali ke ekosistem Bumi, ada risiko populasi dunia akan terkena penyakit yang sulit ditangani. Contohnya seperti wabah Black Death yang terjadi di abad pertengahan akibat kenaikan suhu.

“Sebagai contoh, pada 1340-an, Bumi yang lebih panas – kemungkinan akibat suar matahari atau aktivitas gunung berapi – mengubah siklus bakteri Yersinia pestis. Memungkinkan mikroba kecil berkembang menjadi Black Death,” ungkap Frankopan.

Permafrost Mencair

Peringatan Frankopan tentang skenario terburuk dari pemanasan global di masa depan ini sesuai dengan kasus yang baru terjadi. Permafrost yang mencair terbukti menimbulkan bahaya serius bagi manusia.

Pada 2016, anak laki-laki berusia 12 tahun meninggal dan 40 orang lainnya dirawat di Siberia setelah terinfeksi antraks.

Antraks tersebar ketika temperatur tinggi di musim panas melelehkan permafrost. Bakteri ini awalnya membunuh rusa-rusa yang tinggal di wilayah tersebut.

Sekitar 1.500 rusa kutub mati akibat antraks. Dan karena beberapa penduduk lokal terlanjur memakan daging rusa yang terinfeksi, maka mereka pun ikut terinfeksi.

Bakteri yang terlepas dari permafrost tersebut juga menyebar ke air dan tanah, lalu memasuki rantai makanan manusia.

Prediksi Frankopan ini juga seolah-olah menguatkan beberapa penelitian sebelumnya mengenai efek tidak langsung dari pemanasan global.

Belum lama ini, sekelompok peneliti iklim internasional, mempublikasikan penelitiannya di jurnal Nature Plants. Mereka menemukan fakta bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan penurunan produksi bir di seluruh dunia.

Bulan lalu, studi pada jurnal Nature menyatakan bahwa pemanasan global telah menyebabkan peningkatan tanah longsor dan tsunami.

Selain itu, pada Juli lalu, para peneliti dari Stanford University juga menemukan fakta bahwa kenaikan suhu global akan memicu 40 ribu kasus bunuh diri do AS dan Meksiko pada 2050. (Gita Laras/FoxNews/NGI)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini