TRIBUNNEWS.COM, SIMALUNGUN - Humas PT Toba Plup Lestari Tbk (TPL) Agusta Sirait, menyebut, manajemen TPL telah mendapatkan informasi mengenai kejadian dugaan sungai dan ikan kena racun di Sihaporas.
"Pada tanggal 26 Oktober 2018 kami menerima informasi bahwa telah ditemukan sejumlah ikan mati di sungai Sihaporas."
"Kami segera mengirimkan tim ke lapangan untuk melakukan pengecekan ke lokasi kejadian dan segera melaporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwajib."
"Tim kami juga langsung mengambil sample air sungai Sihaporas untuk dikirim ke Laboratorium Sucofindo untuk dilakukan pengecekan untuk mengetahui penyebab kematian ikan-ikan tersebut," ujar Agusta Sirait dalam keterangan tertulis.
Menurutnya, proses penyelidikan masih berlangsung termasuk pengecekan laboratorium terhadap sample air sungai Sihaporas.
"Kami berharap penyebab kematian ikan-ikan tersebut segera dapat diketahui. Dalam menjalankan kegiatan operasional nya, PT TPL menjunjung tinggi komitmen pengelolaan HTI secara berkelanjutan," ujar Agusta.
Masih menurut Agusta, PT TPL telah mendapatkan sertifikasi PHPL (Pengelolaan Hutan Produksi Lestari) dan IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) dari lembaga independen yang kredible.
Audit pengelolaan HTI (hutan tanaman industri) pun dilakukan secara berkala untuk memastikan implementasi di lapangan dilakukan sesuai dengan aturan dan SOP (standar operasional prosedur) yang berlaku.
Baca: Sumber Air Tercemar Racun Pestisida, Warga Sihaporas; Jangan Bunuh Kami dengan Racunmu
Penyataan Agusta ini untuk menanggapi pemberitaan yang menyebutkan, Warga Nagori (Desa) Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun sedang dilanda kecemasan.
Mereka pun mengepung camp pekerja PT TPL di kawasan Maranti, hulu sungai yang menjadi sumber air minum, mandi dan mencuci bagi warga oleh karena diduga beracun.
Hingga Jumat (26/10/2018) sekitar pukul 18.15 WIB, warga masih berada di kawasan camp sampai menunggu anggota kepolisian dari Polsek Sidamanik dan Polres Simalungun turun ke lokasi.
“Kami sudah melaporkan ke Polres Simalungun, siang tadi, atas adanya dugaan meracuni air sungai. Kami pun membawa ikan-ikan mati ke Polres,” ujar Jonni Ambarita, warga Sihaporas dihubungi Tribun-Medan.com.
Menurut dia, warga kini takut menggunakan sungai besar Sidogor-dogor yang muaranya di Maranti karena khawatir terpapar zat beracun setelah ditemukan bermatian ratusan ekor ikan air tawar seperti jenis ihan Batak (Latin: Neolissochilus thienemanni), ikan pora-pora, limbat (lele lokal), dan kepiting. Bahkan katak sungai pun mati.
Menurut Jonni, warga meminta polisi cepat bertindak.
“Kami dan Lembaga Adat Lamtoras Sihaproas telah menelusuri sungai. Ternyata di atas, di hulu, ada camp pekerja yang diduga meracun ikan. Warga menemukan barang bukti ikan dan kepiting di camp ersebut. Sampai sore ini, warga masih bertahan di lokasi camp, sampai polisi datang,” ujar Jonni.
“Saat melapor tadi siang, sudah kubilang sama Polres bahwa, massa tidak bisa saya kendalikan apabila ini tidak segera ditangani karena warga telah menemukan tanda-tanda bahwa yang berkamp di sana pelaku."
"Oleh sebab itu harus segera dikendalikan... Jangan salahkan warga nantinya kalau polisi tidak bertindak segera ke TKP itu kami bilang tadi,” ujar Jonni, pengurus Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras).
Baca: Masyarakat Sihaporas Minta Menteri Siti Nurbaya Jadikan Lahan yang Mereka Tempati Sebagai Tanah Adat
Baca: Warga Desa Sihaporas Mengadu ke Presiden dan Kapolri
Baca: Sumber Air Tercemar Racun Pestisida, Masyarakat Adat: Jangan Bunuh Kami dengan Racunmu
Donal Ambarita, warga Sihaporas yang merantau ke Jakarta namun kebetulan pulang ke Sihaproas untuk menghadiri pesta adat Patarias Debata Mulajadi Nabolon, menyebut, ikan-ikan mulai ditemukan mendadak mati sehari sebelumnya.
"Pertama sekali, saya temukan sekitar pukul 12.00 WIB. Saat itu, saya kebetulan main ke Maranti. Saya terkejut dan curiga berat, ada camp/kemah pekerja di kebun bahan baku kertas yang tidak jauh dari lokasi matinya ikan-ikan,"ujar Donald.
Ikan-ikan yang mati itu sudah lama dibesarkan dan selalu digunakan pada setiap perhelatan ritual Masyarakat Adat Sihaporas yang berlangsung sejk ratusan tahun lalu. Termasuk pada acara empat tahunan "Patarias Debata Mulajadi Na Bolon" yang barus saja diselenggarakan.
Menurutnya, Ihan Batak itu bermatian lemas di Aek/Sungai Maranti, hulu sungai besar keperluan warga Sihaporas.
Di aliran sungai inilah diselenggarakan acara martutu aek/maranggir, bagian/skuel ritual Patarias Debata Mulajadi Nabolon, Rabu lalu.
Hulu sungai kurang lebih 2 km ke arah hulu dari lokasi Martutu Aek. Kematian ikan-ikan itu dicurigai akibat racun gulma. Padahal, tidak pernah ikan mati akibat keracunan selama ini.
Ikan mati dikibatkan kekurangan oksigen juga sangat tidak memungkinkan, karena ikan memang hidup di alam bebas dan tidak pernah ada pakan tambahan seperti pelet. Ihan Batak memang hidup dan bergantung pada alam serta hidup di sungai.
"Selama bertahun-tahun, ini tidak pernah mati begini. Kami sangat curiga," tuturnya.
Aek Maranti dan Sianggarbo (di hulu) dan Aek Sidogor-dogor/agak ke hilir sekaligus lokasi ritual martutu aek tgl 24 Oktober lalu adalah sungai terbesar di Sihaporas.
Ihan Batak atau curong (Latin: Neolissochilus thienemanni) adalah jenis ikan hidup di air tawar. Menurut situs wikipedia, ihan termasuk ikan semah (Tor spp., syn. Labeobarbus, suku Cyprinidae. Juga dipakai untuk jenis-jenis Neolissochilus), ikan air tawar yang berasal dari Indo-Australia dan anak benua India.
Nama lain ikan ini adalah kancra (Sunda), tåmbrå (Jawa), sapan (Kalimantan), mahseer, atau kelah (Malaysia). Nama "semah" populer dipakai di Sumatra bagian tengah hingga ke selatan.
Ikan yang masih sekerabat dengan ikan mas ini populer sebagai bahan pangan kelas tinggi, dan yang biasa dijumpai dan dikonsumsi di Indonesia dan Malaysia.
Ikan tambra dan semah dapat mencapai panjang sekitar satu meter.
Roganda Simanjuntak, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak mengatakan warga keberatan dengan tindakan PT TPL. Kegiatan penebangan hutan tersebut sudah merugikan masyarakat sekitar.
Hal itu dibenarkan Judin Ambarita, Ketua Lembaga Masyarakat Adat Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras). Disebutnya, kerusakan mencakup beberapa aspek.
Mulai dari pencemaran air minum di hulu sungai Sihaporas hingga tempat ritual warga yang tak lagi terpakai.
"Kualitas air minum yang biasa jernih, hari-hari ini menjadi keruh berlumpur, kotor seperti warna air susu," ujar Judin.
Persoalan itu berbuntut kepada pengadangan warga dan aktivis AMAN di Portal Aek Nauli. Sempat terjadi perdebatan panjang.
Direktur PT Toba Pulp Lestari (TPL) Mulia Nauli melalui siaran persnya yang diterima Tribun-Medan.com, Selasa (16/10/2018) lalu, membantah fakta pengadangan terhadap warga di portal Aek Nauli.
Dia juga mengklaim, PT TPL bekerja sesuai SOP meski penebangan di hulu sungai terlaksana.
Terkait kematian ikan-ikan, Humas PT TPL Agusta tidak menjawab hingga Jumat, 26 Malam.
Soal aktifitas penggunaan racun gulma yang mencemari air dan tenda pekerja yang belum bisa dipastikan dari pihak siapa, Agusta tidak menjawab telepon dan pertanyaan yang diajukan. (jun/Tribunmedan.com)