Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Perairan Kabupaten Karawang di Laut Jawa mendadak jadi pembicaraan banyak orang selama hampir sepekan ini, karena berkaitan dengan lokasi jatuhnya pesawat Lion Air pada Senin (29/10/2018).
Tim pencari menyiagakan posko pencarian di Pantai Tanjung Pakis Desa Tanjung Pakis Kecamatan Pakis Jaya, berjarak sekitar 70 kilometer dari pusat kota Kabupaten Karawang.
Pinggiran pantai berair keruh dan berpasir cokelat itu pun banyak dikunjungi warga untuk melihat proses pencarian korban.
Sejumlah marinir dan tim Basarnas hilir mudik di pantai itu sejak sepekan terakhir.
Beberapa di antaranya sudah melakukan penyelaman.
Di salah satu sudut warung, Darta (47), warga Kampung Tangkolak Desa Sukakerta Kecamatan Cilamaya Kabupaten Karawang, tiba-tiba nyeletuk.
"Mereka menyelam, kedalaman lautnya sekitar 30 meter. Saya tahu dalamnya perairan Karawang ini karena dulu penyelam, tidak pakai tabung, tapi pakai kompresor," ujar Darta saat ditemui di kawasan Pantai Tanjung Pakis, Kamis (1/11/2018).
Baca: Identitas 50 Warga Bangka Belitung Korban Lion Air PK-LQP
Sempat penasaran dengan pengakuannya sebagai mantan penyelam, apalagi menggunakan kompresor di dalam laut selama berjam-jam. Namun kini ia sudah berhenti jadi penyelam dan hidup biasa sebagai pedagang makanan.
"Dulu suka menyelam untuk pasang perangkap ikan (bubu) di dasar laut, sampai ke kedalaman 30 meter, bisa berjam-jam karena pakai kompresor," katanya.
Penyelaman menggunakan kompresor ini terbilang berbahaya. Bagi penyelam profesional pun, penyelaman menggunakan tabung waktunya terbatas.
Biasanya, penyelam menggunakan kompresor ini menggunakan mesin kompresor yang biasa digunakan di bengkel-bengkel.
Kompresor dibawa ke perahu kemudian selang puluhan meter dihubungkan kompresor di atas perahu.
Di ujung selang, dipasang dakor untuk digigit penyelam selama di dasar laut.
"Kalau sekarang mah saya enggak mau lagi, bahaya. Sekarang jualan saja," kata Darta.
Sejak usia 20-an, ia kerap melakukan penyelaman secara tradisional itu.
"Pasang bubu sama cari ikan sama udang karena disini banyak udang. Menyelamnya di sekitar sini, dari Tanjung Pakis sampai ke perairan Tangkolak di Cilamaya," kata dia.
Pengalaman penyelaman Darta jadi unik, mengingat ia pernah menemukan dua koin berlogo perusahaan dagang pemerintah kolonial, VOC, di perairan Karawang yang berbatasan dengan Kabupaten Subang.
Ia menunjukkan surat berita acara penemuan benda muatan kapal tenggelam pada September 2008 bersama delapan orang lainya dari Panitia Nasional Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT).
Baca: Winzy Warouw, Terpidana Seumur Hidup Kasus Pembunuhan PNS Cantik Pasrah Jalani Sisa Hukuman
"Dulu, ada koin katanya emas peninggalan VOC. Dulu menemukannya saat cari ikan dan pasang bubu di dasar laut sambil menyelam, tiba-tiba menemukan bongkahan koin," kata dia.
Hanya saja, para penyelam tradisional ini tidak dilibatkan dalam pencarian pesawat Lion Air karena membahayakan.
Perairan Laut Jawa sejak dulu merupakan jalur perdagangan. Tak terhitung kapal-kapal karam di perairan tersebut.
Dalam keterangan resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun lalu, menyebutkan benda-benda cagar budaya merupakan barang muatan kapal karam (BMKT) yang tersebar di 463 titik di perairan Indonesia mulai dari Kepulauan Riau, Selat Karimata, Perairan Bangka Belitung hingga Laut Jawa.
Sebaran kapal tenggelam tersebut umumnya membawa komoditi dan barang dari Cina, Asia Barat dan Eropa. Seperti Belanda (VOC), Inggris hingga Spanyol.
Dalam keterangan resminya itu, KKP menyebut setiap lokasi BMKT memiliki sisi ekonomi bernilai antara 80 ribu hingga 18 juta dolar AS. (men)