Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Gubernur (Cagub) Maluku Utara, Ahmad Hidayat Mus yang juga mantan Bupati Sula didakwa bersama-sama dengan Zainal Mus selaku Ketua DPRD Kepulauan Sula periode 2009-2014 melakukan korupsi Rp 2,3 miliar dari APBD Kab Sula.
Uang tersebut terkait anggaran pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD Kab Kepulauan Sula Tahun Anggaran 2009 yang tidak sesuai dengan ketentuan serta beberapa kali mencairkan dan menyalurkan anggaran pembebasan tanah di luar peruntukannya.
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut secara melawan hukum," terang jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan, Kamis (22/11/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sesuai dakwaan, Ahmad Hidayat Mus bersama-sama dengan Zainal Mus, Hidayat Nahumarury selaku Kepala Bank Pembangunan Daerah Maluku Cabang Sanana, Majestisa selaku Bendahara sekretariat Pemerintah Daerah Kab Sula, Ema Sabar selaku Plt Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kab Kepulauan Sula masing-masing dilakukan penuntutan terpisah telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Terdakwa Ahmad Hidayat Mus dan Zainal Mus memperkaya diri sendiri Rp 2,3 miliar dan memperkaya beberapa orang lain sejumlah Rp 1,053 miliar. Sehingga total merugikan keuangan negara sejumlah Rp 3,4 miliar.
Kasus ini bermula dari tahun 2009 dilakukan pengadaan tanah guna pembangunan Bandara Bobong. Pengadaan tanah tersebut masuk dalam mata belanja modal tanah pada Sekretariat Daerah Kepulauan Sula TA 2009 yang masuk pada APBD Kab Sula TA 2009 sejumlah Rp 5,5 miliar.
Pertengahan 2009, terdakwa Ahmah Hidayat Mus bersama Zainal Mus dan konsultan dari PT Arsikona Bangunprima meninjau lahan untuk menjadi lokasi bandara di Desa Bobong.
Kemudian Kadis perhubungan Kab Sula La Musa Mansur diminta memproses persiapan terkait lahan Bandara Bobong. Lanjut Ahmad Hidayat Mus bersama Zainal Mus melakukan pertemuan dengan Pemkab Sula untuk menentukan harga tanah yang menjadi lokasi bandara.
"Pada pertemuan itu terdakwa Ahmad Hidayat menentukan harga tanah Rp 8.500 per meter persegi untuk di dekat pemukiman dan jauh dari pemukiman seharga Rp 4.260 per meter persegi. Penentuan harga tanah tidak melibatkan pihak lain, termasuk Pina Musa dan Rahman Mangawai selaku pemilik tanah," papar jaksa.
Selanjutnya, Ahmad Hidayat Mus meminta pencairan uang Rp 1,5 miliar terkait pembahasan lahan tahap 1 kepada Kepala Bank Pembangunan Daerah Maluku, Hidayat Nahumrury. Uang ditransfer ke rekening Zainal Mus Rp 650 juta atas perintah Ahmad Hidayat Mus, sisanya Rp 850 juta diambil cash.
Di pembebasan lahan tahap II dilakukan pencairan senilai Rp 1,9 miliar. Jaksa menyebut Ahmad Hidayat memerintahkan Zainal Mus untuk mengirim uang Rp 1 miliar ke beberapa pihak.
Kedua terdakwa diyakini melanggar Pasal 2 ayat 1 jo atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 dan pasal 64 ayat 1 KUHP.