TRIBUNNEWS.COM, BANTEN - Jaraknya sekitar lima kilometer dari bibir Pantai Carita, Pandeglang, Banten.
Sebuah saung yang dipakai untuk petani Durian di Bukit Curug Putri, berubah fungsi menjadi tempat tinggal sementara untuk pengungsi.
Tribun yang menelusuri bukit itu, berjalan menanjak sekitar setengah jam untuk bertemu dengan para pengungsi tsunami Selat Sunda yang melarikan diri dari terjangan air laut.
Adalah Sarkawi, pria berusia 80 tahun menjadi seorang pengungsi yang tinggal bersama tujuh anggota keluarganya di dalam saung yang hanya berukuran 1 x 1,5 meter tersebut.
Duduk di dalam saung dengan kaos putih yang dikenakannya, dia mulai mengeluh tidak bisa tidur selama berada di dalam saung.
"Enggak bisa tidur saya. Cucu saya lima di sini semua, terus istri sama saya. Enggak cukup," ucapnya saat berbincang dengan Tribun di Bukit Curug Putri, Pandeglang, Banten, Senin (24/12/2018).
Baca: Data Korban Terbaru Tsunami Banten dan Lampung, Jumlah Korban Meninggal Bertambah Jadi 373 Orang
Terlebih, di dalam saung yang terbuat dari kayu dan tertutup terpal itu, sudah diisi pakaian dan bahan makanan seadanya.
Pria asal Desa Cibenda, Pandeglang, Banten tersebut, mengaku belum mau turun ke rumahnya yang berada di pesisir pantai karena masih khawatir tsunami kembali menggulung tempat tinggalnya.
Meski selama berada di bukit, tidak ada sama sekali bantuan yang diterima olehnya.
"Enggak ada. Cuma ini saja. Ini, anak saya lagi ke bawah. Ambil makanan kalau masih ada," jelasnya menunjuk bahan makanan yang hanya tersisa satu plastik kecil.
Ia bertahan hidup dengan cara mengambil ranting kayu untuk dibakar.
Satu buah ceret kecil tampak hitam di sisi bawah bekas terbakar menyita pandangan kakek itu.
Hanya untuk memenuhi kebutuhan dahaganya, ia mengambil air sungai yang berada sekitar satu kilometer dari saung yang ditinggalinya.
Dia mengaku masih kuat untuk berjalan, meski penglihatannya sudah mulai kabur.