TRIBUNNEWS.COM - Mulanya, sungai Mrawu di wilayah Clangap Petambakan Madukara Banjarnegara itu berdebit normal.
Bebatuan dasar yang sebagian tampak ke permukaan menunjukkan sungai itu amat dangkal. Riak ramai terdengar saat arus membentur bebatuan.
Tetapi siapa sangka, air yang mengalir tenang dengan debit normal itu bisa berubah seketika menjadi bah yang mematikan.
Debit yang mulanya hanya setinggi betis bisa seketika naik dan menghanyutkan. Air sungai yang jernih mendadak keruh. Arus berubah deras hingga menyeret benda apapun yang tertahan di sungai.
Air bah datang tanpa permisi. Cuaca di hilir boleh saja terang, tetapi di hulu siapa yang tahu. Jika hujan turun lebat di hulu, sungai pastinya meluap, lalu mengalir deras ke hilir mengikuti arah grafitasi.
Inilah yang jarang di sadari masyarakat di wilayah hilir. Masyarakat menyebutnya banjir kiriman. Mereka hanya mengamati kondisi cuaca sekitar, tanpa tahu apa yang terjadi di hulu.
Karena itu, aktivitas masyarakat di sungai berjalan normal, semisal memancing atau menambang pasir. Ini pula dialami dua warga yang tengah beraktivitas di tengah sungai Mrawu, Petambakan Madukara.
Wahyu (30) warga Kelurahan Kalibenda Kecamatan Banjarnegara dan Yayin (36) warga Purwokerto, operator dan mekanik eksvakator, mulanya tenang saja memperbaiki alat berat itu di tengah sungai, Kamis sore (3/1).
Hingga beberapa saat kemudian, tanpa disadari, air sungai tiba-tiba meluap dari hulu. Debit air mendadak naik hingga menutup separuh badan alat berat itu.