Laporan Wartawan Tribun Medan, Arjuna Bakkara
TRIBUNNEWS.COM, TOBASA -Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) melalui surat bernomor 440/50/SEKR-Dinkes/2019, tertanggal 9 Januari 2019 rencana pemecatan dr Sahat Siburian SPOG.
Surat itu ditujukan ke Kementerian Kesehatan dan ditandatangani Kepala Dinas Kesehatan Tobasa, dr Juliwan Hutapea.
"Surat sudah kita kirimkan ke Kementerian Kesehatan", kata Juliwan, Kamis (10/1/2019)
Katanya, kewenangan pemberhentian berada pada kementerian, alasannya dr Sahat masih berstatus pegawai tidak tetap (PTT). Hingga saat ini Dinkes Tobasa sedang menunggu balasan dari Kemenkes.
Namun, kata Juliwaan hingga saat ini dr Sahat masih tetap bertugas di RSUD Porsea. Dikatakannya, September 2018 masa PTT Sahat sebenarnya sudah berakhir.
Baca: Rutan Kelas 1A Surakarta Ricuh, Salah Paham Antar Tahanan Jadi Pemicu
Di RSUD Porsea hanya ada satu orang dokter kandungan, sehingga statusnya diperpanjang.
Beberapa hari lalu, M Boru Sihotang telantar di Rumah Sakit Porsea hingga anaknya meninggal di dalam kandungan pada 3 Januari 2019 lalu.
Anak tersebut merupakan anak pertama M Boru Sihotang warga Dusun Panapparan, Kecamatan Parsoburan, Kabupaten Tobasa.
Liston Hutajulu, anggota Legislatif Tobasa meminta penegak hukum memproses dokter Sahat Siburian yang seharusnya menjalankan tugasnya.
Kata Liston, saat itu, ibu bayi bahkan sempat menahan kesakitan dan juga dua nyawa sekaligus terancam, hingga akhirnya nyawa anak bayi pertamanya tidak terselamatkan.
"Mereka terlantar berjam-jam oleh pihak RSU Porsea sebelum dirujuk ke RSU Tarutung karena tidak ada dokter ahli kandungan yang bertugas," kata Anggota DPRD Tobasa, Liston Hutajulu, Senin (7/1/2019).
Pada 3 Januari 2019 wanita tersebut berjuang melahirkan anak pertamanya. Apalagi, jarak tempuh dari Desa Lumban Lintong menuju Parsoburan Kota saja sudah 2 Jam lebih.
Berhubung kondisi jalan di Kabupaten Tobasa tersebut juga tidak baik, di perjalanaan menuju Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Porsea memakan waktu dua jam lebih.
Baca: Ibu dan Anak di Gunungkidul Dililit Ular Piton Ukuran Jumbo, Begini Nasbinya
Sayangnya, sesampainya di Rumah Sakit Porsea mereka masih menunggu 1 jam dokter kandungan yang tidak berjaga. Padahal, seharusnya dr Sahat Siburian bertugas.
"Saat itu, keluarga korban menghubungi saya mengadu dan meminta pertolongan agar ibu ini agar segera di tangani. Kemudian saya kontak dr Tihar Hasibuan Kepala RS Porsea. Beliau mengatakan dokter kandungan tidak dinas dan beberapa kali telepon pimpinannya tidak diangkat," tambahnya.
Kata Liston, dr Tihar bolak-balik menghubungi dr Sahat, namun panggilan teleponnya tidak diangkat. Hingga akhirnya, dr Tihar merujuk pasien tersebut ke RSUD Tarutung.
Penderitaan M boru Sihotang ternyata tidak di RSU Porsea saja. Tiba di RSU Tarutung, pasien harus menunggu hingga 3 jam baru ditangani dokter.
Tiga jam menunggu dan berharap ada pertolongan, akhirnya sang bayi meninggal dalam kandungan.
"Malangnya, sesampainya di Rumah Sakit Umum Daerah Tarutung bayi tersebut sudah dalam keadaan meninggal. Tanggal 6 Januari 2019 pun saya menuju RS Tarutung menjemput pasien untuk kami bawa ke Parsoburan.
Selama Perjalanan, dari Tarutung, M Sihotang mengerang kesakitan dikarenakan masih 4 hari operasi.
Kesakitan yang dirasakan ibu anak tersebut bahkan membuat Liston panik menginjak pedal gas sepanjang perjalanan.
Hingga akhirnya, Liston menganjurkan beristirahat di rumah keluarga mereka di Balige atas kesepakatan suami M Sihotang.
"Kami sarankan kepada suaminya sesampai di Balige kita istrahat aja cari keluarga agar bisa istrahat dulu sampai betul pulih. Akhirnya suaminya sepakat," tambahnya.
Kepada wartawan, Benyamin Simanjuntak, adik ipar pasien meminta meminta agar kasus yang menimpa kakak iparnya tidak dialami orang lain.
Selama di RSUD Porsea mereka diterlantarkan hingga emosi karena situasi lambannya pelayanan.
Lanjut Benyamin, kakaknya gagal mendapat pertolongan dokter karena dokter ahli kandungan yang bertugas saat itu tidak berada di tempat. Maka, pasien dirujuk ke RSU Tarutung.
Setibanya di RSU Tarutung, kakak iparnya juga tidak segera mendapat pertolongan. Tiga jam kemudian petugas RS baru melayani pasien.
"Pertolongan tidak kami rasakan. Setibanya di Tarutung juga kami juga ditangani terlambat hingga bayi tidak selamat," ucapnya.
Benyamin menyesalkan, ketidakpedulian kedua Rumah Sakit baik di Porsea mau pun di Tarutung. Pihak keluarga hanya bisa pasrah dan berharap pihak rumah sakit tidak pilih bulu.
"Pelayanan rumah sakit janganlah melihat siapa orangnya," kesalnya.
Benjamin juga menjelaskan bahwa kedatangan pasien ke RS Porsea didampingi bidan desa tetangganya, Mawarni Siagian.
Kepala RSU Porsea, dr Tihar Hasibuan mengakui ada pasien hamil meminta pertolongan melahirkan.
Hingga akhirnya, pasien dirujuk ke RSU Tarutung dikarenakan tidak ada dokter kandungan yang pada hari itu bertugas.
"Saya adalah dokter umum, tidak menangani kelahiran. Dokter kandungan di rumah sakit ini tidak dapat saya hubungi," katanya.
Ia menyesalkan tindakan dr Sahat Siburian SPOG MKes, dokter kandungan yang seharusnya pada hari itu jaga namun tidak bertugas.
Tihar menyebut tindakan itu sebagai sikap tidak patuh pada pimpinan.
"Apapun risikonya saya sudah siap. Ketidakpatuhan dokter kepada tugas dan pimpinan sehingga ada masalah seperti ini," ucapnya seraya menyebut rumah sakit umum Porsea merupakan rumah sakit pemerintah dan sebagai pemilik adalah bupati.
Liston Hutajulu selaku anggota Dewan di Tobasa meminta kepada kepala RSUD Porsea agar dr Sahat Siburian ditindak sesuai kode etik. Apalagi kasus tersebut sampai menghilangkan nyawa.
"Saya akan tetapbmengawal kasus ini dan tidak bisa dibiarkan,"ujar Liston.
Saat ini Tribun Medan masih berusaha menghubungi pihak rumah Sakit Porsea untuk meminta konfirmasi terkait hal ini. (Jun/Tribun-Medan.com)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Telantarkan Pasien Hingga Bayi Dalam Kandungan Meninggal, Dokter Kandungan RSUD Porsea Bakal Dipecat