Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki
TRIBUNNEWS.COM - Rona wajah yang berseri menandakan betapa ia sulit menyembunyikan kebahagiaannya.
Kerinduan mendalam terhadap putrinya sudah terlampiaskan. Selama 11 tahun, ia harus menahan keinginan untuk bertemu dengan putrinya, Ponirah (32), Tenaga Kerja Waniya (TKW) atau Buruh Migran Indonesia (BMI) di Malaysia.
Selama itu, bukan rindu saja yang melanda, rasa was-was yang terus menghantui lebih menyiksa.
Sebulan berkumpul di rumah, Desa Gumiwang, Purwanegara, Kabupaten Banjarnegara, kebahagiaan keluarga itu kembali tumbuh. Kedamaian itu bisa jadi membuat tubuh Ponirah kini lebih berisi.
"Alhamdulillah Ponirah pulang. Dia ingin rumahnya diperbaiki," katanya.
Baca: Butuh 20 Orang Untuk Angkat Buaya Pemangsa Deasy Tuwo
Kesyukuran keluarga itu terlihat dari kesibukan di rumah tersebut beberapa hari ini. Sejumlah pekerja merenovasi rumah Ponirah, mulai memugar kamar mandi, hingga mengganti lantai plester dengan keramik.
Ponirah boleh berbangga, kerja kerasnya di luar negeri selama ini bebuah hasil. Ia bisa menebus tanah dan membangun rumah, sehingga keluarganya tak lagi tinggal menumpang di atas lahan orang.
Meski untuk membayar itu, ia harus bekerja keras selama 11 tahun di luar negeri.
Perlakuan majikan terhadapnya, diakui dia, pun baik. Ia tak pernah menerima kekerasan atas kesalahan yang dilakukan.
Ia bahkan menyebut majikannya yang berprofesi sebagai dokter itu sayang terhadapnya. Meski kemudian, antara sayang atau mengekang sulit dibedakan.
Baca: Perekam Suara Kokpit Lion Air JT 610 Ditemukan
Tahun berganti tahun, saat kerinduan untuk pulang kampung tak terbendung, ia menyampaikan keinginannya pulang kepada majikan.
Tetapi permintaannya itu tak dipenuhi. Hingga 11 tahun terpendam, rasa itu kian berat.
"Mau pulang gak boleh. Katanya tahun depan baru boleh," katanya.
Ponirah bingung kepada siapa ia mengadu. Selama 11 tahun di perantauan, Ponirah nyaris tak punya teman.
Wajah yang akrab di matanya hanyalah keluarga majikan. Ia bisa memandang mata banyak orang jika diajak sang majikan keluar.
Ponirah pun dilarang memegang alat komunikasi (handphone) dengan alasan efektivitas kerja.
Dengan kondisi demikian, wajar Ponirah nyaris tak punya kenalan.
Ia bahkan harus meminjam handphone majikan jika ingin menghubungi keluarganya di Indonesia.
Ini pula yang menyulitkannya memperoleh bantuan jika sedang mengalami masalah.
Keluarga di kampung pun kebingungan karena sulit bertukar kabar.
Tapi keinginannya pulang tahun 2018 ini sudah tak tertahan.
Beruntung, majikannya bertetangga dengan orang yang kebetulan juga memperkerjakan Buruh Migran Indonesia (BMI).
Meski rumah bersebelahan, ia tak leluasa berkomunikasi dengan teman barunya itu.
Sudut-sudut rumah majikannya dilengkapi CCTV hingga membuatnya tak bebas bergerak.
Hingga ia inisiatif membuat surat. Di situ tertulis nama dan alamat lengkap orang tuanya di Desa Gumiwang, Purwanegara Banjarnegara.
Ia lalu melemparkannya keluar rumah agar diambil temannya.
Surat itu seperti mengisyaratkan, ia begitu merindu orang tua dan berharap pulang.
Potongan surat itu diunggah di media sosial hingga viral. Kisah pilunya seketika jadi bahan perbincangan di media sosial.
Baca: Prostitusi Online di Madiun Terungkap, Ini Tarif dan Pembagian Penghasilan PSK dan Muncikarinya
Cerita itu pun didengar oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor dan BPNP2TKI.
Alamat majikan cepat terlacak. Ia dipanggil bersama Ponirah untuk diklarifikasi perihal permasalannya.
Hingga keduanya menandatangani kesepakatan, Ponirah boleh pulang ke Indonesia pada Desember 2018 saat kontraknya habis.
"Iya saya buat surat terus ada yang upload. Habis itu dipanggil. Saya bisa pulang Desember,"katanya
Atas pengalaman itu, Ponirah ternyata tak jera bekerja di Malaysia.
Ia masih berkeinginan merantau ke luar negeri tahun depan. Tentunya, di tempat majikan yang sama.
Ponirah punya alasan tersendiri hingga berencana kembali ke Malaysia. Ia masih ingin mengumpulkan modal untuk masa depannya dan keluarga.
Dengan keahlian terbatas, mencari pekerjaan di daerah tentu amat susah baginya.
Ia ingin dua adiknya yang masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah (MTs) bisa lanjut pendidikannya.
Tanpa bantuan Ponirah, orang tuanya yang hanya bekerja sebagai buruh pemetik kelapa tentunya akan berat menanggung pendidikan mereka.
Meski terlihat trauma, Ribut tak bisa melarang keinginan anaknya itu ke luar negeri tahun depan.
Ia hanya mewanti-wanti agar anak perempuannya itu menikah dulu sebelum memutuskan kembali ke luar negeri. Terlebih umurnya sudah cukup matang.
Ponirah pun yakin, jika ia kembali bekerja nanti, majikannya tak akan melarangnya lagi pulang ke Indonesia sampai waktu yang lama.
"Gak (melarang) lah,"katanya. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul TKW Ponirah 11 Tahun Tak Diizinkan Pulang, Ini Kisahnya Soal Majikan yang Sayang tapi Mengekang