News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Nasib Tragis 187 Pengikut Setia Dimas Kanjeng, Kelaparan hingga Ditinggal Istri Selingkuh

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dimas Kanjeng Taat Pribadi hadiri pernikahan putrinya di padepokannya di Probolinggo

TRIBUNNEWS.COM, PROBOLINGGO - Nasib tragis dialami ratusan pengikut setia dukun pengganda uang Dimas Kanjeng Taat Pribadi.

Ratusan pengikut Dimas Kanjeng itu hingga kini masih bertahan di padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo, Jawa Timur.

Pemkab Probolinggo kini tengah mencari cara agar pengikut Dimas Kanjeng tersadar, tak lagi mempercayai bahwa Dimas Kanjeng bisa menggandakan uang.

Cerita tragis dialami ratusan pengikut Dimas Kanjeng.

Ada yang seharian pernah tidak makan hingga ada pengikut Dimas Kanjeng yang akhirnya ditinggal selingkuh oleh istrinya.

Anehnya, para pengikut Dimas Kanjeng masih bertahan di padepokan.

"Saya kesepian, saya masih muda, suami nggak pulang-pulang karena ikut Padepokan Dimas Kanjeng hingga saat ini," ucap ES (26), warga Desa Jenengan, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah saat ditemui di Mapolsek Klambu, Kamis (3/1/2018).

ES adalah istri mantan Kades Jenengan, Agus Suseno.

Selama ini Agus dikenal sebagai pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi, pimpinan sebuah Padepokan di Probolinggo, Jawa Timur.

Kini, Dimas Kanjeng berurusan dengan hukum karena kasus penipuan berkedok penggandaan uang.

Agus memicu gejolak di kalangan warga desanya lantaran membawa uang sekitar 20 warganya.

Jumlahnya bervariasi mulai dari Rp 15 juta hingga Rp 60 juta.

Oleh Agus, uang tersebut dijanjikan bakal berlipat ganda jumlahnya melalui peran Dimas Kanjeng Taat Pribadi.

Namun janji tersebut tak kunjung terealisasi. Bahkan, Agus menghilang tak tahu di mana rimbanya.

Senin (22/5/2017), di Balai Desa Jenengan, Kecamatan Klambu, Grobogan digelar upacara resmi pemberhentian secara tidak hormat kepada Kepala Desa Jenengan Agus Suseno.

Pemecatan ini atas dasar Keputusan Bupati Nomor 141/294/2017.

"Sejak 2015 Agus Suseno sering mangkir bertugas. Ia meninggalkan pekerjaan dengan menjadi pengikut Dimas Kanjeng.

Selain membawa kabur uang warga, ia juga menyelewengkan uang desa Rp 107 juta. Hari ini secara resmi kami pecat Agus Suseno," kata Camat Klambu Arief Efendi Kun Amrullah.

Pada Rabu (2/1/2018) malam, ES digerebek warga di rumahnya karena diduga telah berbuat mesum dengan HC (44), warga Kecamatan Tembalang, Semarang.

Beruntung, kepolisian segera meluncur ke lokasi untuk meredam amuk massa.

 Warga setempat saat itu geram hendak main hakim sendiri dengan mengarak pasangan tak resmi tersebut.

"Tak sampai dihakimi, kami langsung amankan keduanya ke Mapolsek Klambu. Kini kami berikan pembinaan dan memproses keduanya.

Kami juga panggil pihak keluarga masing-masing," kata Kapolsek Klambu AKP Asep Priyana.

Sementara itu, HS mengakui sudah sejak lama mengenal ES. Sejak ES ditinggal pergi suaminya berguru ke Padepokan Dimas Kanjeng, HS berujar sering berselingkuh dengan ES.

Bahkan ia mengaku sudah ber kali-kali melakukan hubungan intim dengan ES.

Biasanya dilakukan di sebuah hotel di Kudus karena murah.

Pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Padepokan Masih 187 Orang

Sebelumnya, Surya.co.id melaporkan ratusan pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang tinggal di tenda dekat Padepokan memang sangat rentan terserang penyakit.

Sebab, mereka tinggal di tenda itu tidak hanya satu atau dua hari melainkan bertahun-tahun.

Pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang masih bertahan di Padepokan di Dusun Sumber Cengkalek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, ada 187 orang.

Hal ini disampaikan Kepala Kepolisian Resor Probolinggo Ajun Komisaris Besar Arman Asmara Syarifuddin.

"Sampai hari ini, khususnya untuk di padepokan (Taat Pribadi), jumlahnya sudah berkurang dari 386, sudah di angka 187 sekarang," kata Arman di Pengadilan Negeri Kraksaan, Selasa, 8 Agustus 2017 lalu. 

Pengikut yang datang dari sejumlah daerah di Indonesia itu rela meninggalkan keluarga, pekerjaan, dan semuanya demi menunggu pencairaan penggandaan uang yang dijanjikan Dimas Kanjeng.

Mereka hidup di Padepokan itu sebatang kara.

Tidak ada sanak atau keluarga di antara mereka. Antara satu pengikut dengan pengikut lainnya tak saling kenal.

Namun, mereka dipaksa keadaan untuk hidup dalam tenda yang sama demi tujuan sama yakni menunggu janji Dimas Kanjeng.

Sebelum Dimas Kanjeng ditangkap polisi, aktifitas mereka cukup teratur.

Setiap hari mereka melakukan salat berjamaah, ngaji akbar, hingga melakukan amal-amalan lainnya yang disinyalir tidak sesuai syariat Islam.

Setiap pagi, mereka melakukan olahraga bersama. Namun, paska penangkapan Dimas Kanjeng terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus pembunuhan, aktifitas mereka berubah.

Rutinitas mereka setiap hari mendadak berhenti seketika, dan mereka ibarat pengangguran tidak aktifitas dan tujuan tinggal di Padepokan.

Kondisi inilah yang membuat mereka semakin tertekan.

Di satu sisi, mereka sudah kehilangan puluhan atau mungkin ratusan juta untuk mahar, namun mereka mengetahui kenyataan bahwa semuanya itu fiktif.

Taat Pribadi alias Dimas Kanjeng saat menjalani persidangan. (surya/galih lintartika)
Dimas Kanjeng ditangkap polisi atas dugaan pembunuhan dan masih dalam penyelidikan atas dugaan penipuan dan penggelapan uang.

Mereka tidur di tenda yang hanya bertumpu pada bambu disusun rapi. Mereka tidur beralaskan dan beratap terpal.

Saat hujan turun, tenda atau camp, sebutan bagi para pengikut yang hidup di padepokan itu sangat terasa kurang nyaman.

Apalagi saat angin, terpal ini mudah tersapu angin. Tidak ada pintu atau apapun sebagai penutup satu tenda dengan tenda lainnya.

Semuanya terbuka, hanya kain tipis yang digunakan untuk menyekat satu tenda dengan tenda lainnya atau pemisah antara pengikut Dimas Kanjeng pria dan wanita.

Saat Dinkes Probolinggo turun ke padepokan ini, masih banyak ditemukan pengikut yang sakit.

Namun, mereka tetap tidak mengakui bahwa kondisinya lemah.

Mereka berakting di depan petugas bahwa kondisinya baik-baik saja.

"Selama ini kami di sini memang dikasih makan sama Padepokan, tapi ya begitu makannya ala kadarnya.

Ada kan sebagian orang tidak cocok dengan makanan yang diberikan, dan akhirnya mereka memilih tidak makan," kata salah satu pengikut Dimas Kanjeng, Zulfikar.

Pengikut asal Aceh ini mengatakan, bagi mereka yang kurang suka dengan makanan padepokan, memilih berpuasa dan tidak makan.

Alasannya pun mendasar, karena uang bekal mereka di padepokan ini minim. Jadi, harus pintar meminimalisir pengeluaran yang ada.

"Harus hemat kalau di sini, soalnya jauh dari keluarga. Saya pun pernah tidak makan seharian karena tidak cocok," imbuhnya.

Ia pun tidak memungkiri bahwa para pengikut yang hidup di padepokan ini sangat bergantung terhadap pencairan dari Dimas Kanjeng terkait uang mahar yang bisa digandakan.

Ia menyebut, semua tabungannya habis untuk membayar mahar. Sayangnya, ia tidak menyebut berapa nominal uang mahar yang sudah dikeluarkan.

"Cukup saya saja yang tahu. Kami di sini sama, menunggu janji Dimas Kanjeng, karena memang uang kami sudah habis," jelasnya.

Tenda - tenda di Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. (surya/Galih Lintartika)
Dalam hal ini, Zulfikar didiagnosa Dinkes Probolinggo menderita gangguan di matanya. Ia pun tidak memungkiri bahwa dua pekan terakhir matanya memang sakit.

Namun, ia mengaku tidak mendapatkan pertolongan dari padepokan baik itu obat tetes mata atau lainnya.

"Saya mau beli obat mata pun juga masih pikir ulang, makanya saya memilih diamkan saja," pungkasnya. 

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Nasib Tragis 187 Pengikut Setia Dimas Kanjeng, Seharian Tak Makan hingga Ditinggal Istri Selingkuh,

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini