News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mengurai Peran Billy Sindoro dalam Kasus Suap Perizinan Proyek Meikarta Yang Modusnya Rumit

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Billy Sindoro menyimak keterangan seorang saksi saat menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum dari KPK dalam sidang lanjutan kasus suap perizinan proyek Meikarta dengan terdakwa Billy Sindoro, Henry Jasmen, Fitradjaja Purnama dan Taryudi, di Pengailan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (30/1/2019). Jaksa KPK pada sidang ini memanggil sembilan orang saksi, delapan saksi memenuhi panggilan sementara satu saksi lainnya yakni petinggi Lippo Group James Riady tidak hadir di persidangan. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG-Sidang perkara suap perizinan proyek Meikarta pada pekan ini memasuki babak baru yang mulai mengungkap peran terdakwa Billy Sindoro.

Menurut dakwaan jaksa KPK, Billy Sindoro disebut sebagai orang yang menyuruh melakukan dan turut serta menyuap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan sejumlah stafnya, senilai Rp 16 miliar lebih untuk sejumlah perizinan.

Sejak sidang bergulir pertama pada 19 Desember hingga sidang pada Senin (28/1), dari saksi sebanyak 20 lebih yang dihadirkan mulai dari Neneng Hasanah Yasin hingga Sekda Provinsi Jabar Iwa Karniwa, tidak banyak yang mengungkap bagaimana sesungguhnya peran Billy Sindoro.

Baca: Jasa Hubungan Sesama Jenis Tak Dibayar, Lelaki Berondong Bunuh Juragan Keripik, Ini Kronologinya

Selama sidang dalam kurun waktu itu, jaksa mengungkap penerimaan uang kepada para tersangka yakni Neneng Hasanah Yasin dan sejumlah ASN Pemkab Bekasi seperti Neneng Rahmi, Jamaludin, ‎Dewi Tisnawati dan Sahat Banjarnahor dari tiga terdakwa, Henry Jasmen, Fitradjaja Purnama dan Taryudi.

‎Hanya pada sidang 4 Januari saja, saksi Edy Dwi Soesianto dan Bartholomeus Toto dari perusahaan pengembang Meikarta yang menyinggung soal Billy. Baru pada Rabu (30/1) lah, peran Billy mulai sedikit terungkap lewat kesaksian Joseph Christopher Mailool, esk petinggi Siloam Hospital Groups yang juga keponakan Billy Sindoro.

‎Pada sidang dengan saksi Mailool itu, jaksa KPK membuka semua percakapan WA antara Mailool dengan terdakwa Henry Jasmen dan Fitradjaja Purnama. Dari percakapan WA itulah, sedikit banyak terungkap bagaimana peran Billy Sindoro.

Menurut jaksa, Mailool ini adalah penghubung antara Billy Sindoro dengan terdakwa Fitradjaja Purnama, Henry Jasmen dan Taryudi.

Pesan WA itu juga menguatkan bahwa hubungan Mailool dengan Billy sangat dekat. Misalnya saja,pesan WA Joseph ke Fitradjaja yang menyebutkan ia sedang berada di helikopter bersama Billy Sindoro dan James Riyadi.

Baca: Ngakunya Dirampok, Made Ternyata Gelapkan Uang Setoran Bank Rp 80 Juta

Bahkan, dalam percakapan WA itu, Joseph mengirim foto di dalam helikopter. Namun, saat dikonfrontir soal itu oleh penuntut umum KPK, Joseph tidak mengakuinya.

"‎Saya tidak ada di dalam heli. Itu cara halus saya menolak sambungan telpon dari pak Fitradjaja," ujar Joseph di sidang Rabu (30/1).

Jaksa KPK, Yadyn tidak percaya dengan pengakuannya. Menurutnya, bagaimana mungkin Joseph mengelak padahal, pesan WA itu terkirim dari ponsel miliknya. ‎ Apalagi, di pesan sedang di dalam helikopter itu, Joseph mengunggah ruangan kabin helikopter

Tidak hanya itu, jaksa juga menampilkan pesan WA dari Joseph yang menyampaikan pesan dari Billy.
"Pak Fitra tolong hubungi, ada apa nelpon saya," ‎ujar seseorang belum dikenal, mengirim WA ke ponsel Joseph. Dijawab oleh Joseph bahwa ia akan menghubungi Fitradjaja.

Joseph mengelak bahwa pengirim pesan itu adalah Billy Sindoro. Yadyn pun menanyakan apakah tiga terdakwa jika hendak bertemu atau berkomunikasi dengan Billy harus lewat Joseph.

"Iya, tapi tidak selalu dengan saya," ujar Joseph.

Jaksa juga mengungkap peran Billy lewat Joseph terkait pemberian uang Rp 500 juta untuk suap Izin Penggunaan dan Pengolahan Tanah (IPPT) senilai total Rp 10,5 miliar ke Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.

Hal itu terungkap dari percakapan WA ‎ Mailool dengan terdakwa Henry Jasmen pada Januari 2018. Di pesan WA itu, Mailool mengirim nomor telpon Melda Peni Lestari selaku sekretaris Bartholomeus Toto, pemilik perusahaan pengembang Meikarta.

"Bro. Pls contack Melda ini utk ambil package yang tadi kita bicarakan," kata Joseph dalam pesan WA ke Henry Jasmen pada 9 Januari 2018 yang ditampilkan jaksa di layar.

Berdasarkan dakwaan jaksa, paket dimaksud berupa uang Rp 500 juta yang dibawa Edi Dwi Soesianto dari Melda ‎untuk Edi Yusup Taufik, ASN Pemkab Bekasi dan diserahkan lagi ke Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin via ajudannya, Agus Salim.

Adapun uang Rp 500 juta itu sebagai bagian dari keseluruhan uang Rp 10,5 miliar untuk Neneng ‎agar menerbitkan IPPT. Uang Rp 10,5 miliar diberikan secara bertahap yakni pada Juni, Juli, Agustus, Oktober dan November 2017.

Jaksa KPK, Yadyn sempat menanyakan apa makna ‎package atau paket tersebut. Namun, Joseph menyangkal paket tersebut sebagai uang senilai Rp 500 juta. ‎Mailool berdalih, paket tersebut adalah mobil dan kunci kamar hotel untuk Henry Jasmen.

"Kenapa saksi sebut paket itu mobil, ‎enggak disebut mobil aja langsung, lebih muah," ujar Yadyn. Namun, Mailool keukeuh menyangkal.

Mailool juga mengirim pesan WA ke Henry pada 14 November 2017 via WA. "Bro, pls contach Melda kl sudah berangkat dari Semanggi," ujar Joseph dalam pesan WA yang ditampilkan di layar oleh jaksa.

Menurut dakwaan jaksa, pada November 2017 itu, terjadi pengambilan uang dari Melda oleh Henry Jasmen senilai Rp 1 miliar. Uang diserahkan Edi Dwi Soesianto ke EY Taufik dan uang itu diserahkan ke Neneng Hasanah Yasin terkait IPPT. Namun, Mailool tetap menyangkal.

Mailool juga mengirim pesan WA pada Fitradjaja di tanggal 7 Juni 2018. "Bro, ‎kebutuhan utk Abang pls tunggu aba2 dari kita utk berikan ya. Pls jangan langsung berikan bro," ujar Mailool. Dijawab oleh Henry;

"Ok bro, bapak sudah pesan kok," ujar Henry.

Yadyn menanyakan apakah maksud "bapak" seperti disebut di pesan WA adalah ‎merujuk pada Billy Sindoro, Mailool tetap menyangkal. Padahal, menurut jaksa, keterangan Mailool di Berita Acara Pemeriksaan (BAP), maksud "bapak" merujuk pada Billy Sindoro.

Jaksa Yadyn menyebut, komunikasi itu mengenai pemberian uang Rp 1 miliar untuk ‎Neneng Rahmi selaku Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi terkait rekomendasi site plan dan block plan.

"Terkait pesan WA 7 Juni 2018 itu, pemberian uang baru dilakukan pada 9 Juni 2018," ujar jaksa KPK, Yadyn.‎ Namun, lagi-lagi, Mailoolmembantah.

Baca: Tak Dibayar Usai Lakukan Hubungan Menyimpang Jadi Alasan Remaja Ini Cangkul Leher Juragan Keripik

Ketua Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan, ‎Judijanto Hadi Lesmana menegur Mailool yang selalu berkelit. Kepada hakim, Mailool mengakui bahwa semua pesan WA itu dikirim dari ponselnya, oleh dirinya. Judijanto juga menunjukan berkas BAP keterangan Mailool. Pria berkaca mata itu juga mengakui semua keterangannya di BAP adalah benar dan tanpa paksaan.

"Kalau begitu jangan selalu berkelit, katakan yang sebenarnya jangan berbohong. Peran anda sudah dikupas semua sama jaksa, anda aktif sekali," ujar Judijanto.

‎Usai sidang itu, Tribun mengkonfirmasi apakah peran Mailool di balik pemberian uang‎ itu atas perintah Billy Sindoro lewat ponsel atau secara lisan, jaksa KPK I Wayan Riyana mengatakan itu sempat ia tanyakan ke Joseph.

"Kami kan tanyakan ke Mailool, apakah Billy Sindoro ini menggunakan ponsel atau tidak. Jawaban saksi jarang pakai ponsel," kata I Wayan.

Lantas, saat ditanya ulang apakah pesan-pesan Billy ke Joseph untuk Henry dan Fitradjaja disampaikan secara lisan, mengingat bahwa Joseph selalu ada di dekat Billy

"Nanti kita ungkap di persidangan," ujar Yadyn.

Pada sidang itu, selain saksi Joseph Christopher Mailool, saksi yang dihadirkan yakni Ketut Budi Wijaya dari Lippo Group. Ia mengungkap peran Billy yang mendadak jadi pegawai Lippo Group dengan perjanjian kerta waktu tertentu (PKWT).

Padahal saat itu, Billy baru saja pensiun sebagai petinggi Siloam Hospital Groups. PKWT itu disebut jaksa KPK sebagai dasar bagi Billy untuk menangani perizinan Meikarta. Hanya saja, Ketut membantah bahwa PKWT itu sebagai dasar agar Billy mengurusi perizinan.‎ Surat PKWT ditampilkan oleh jaksa di persidangan.

"Setahu saya bukan untuk urusan perizinan," kata Ketut. Di PKWT, tertulis gaji Billy Sindoro sebesar Rp 180 juta lebih.

Proyek Meikarta sendiri disebut-sebut sebagai kota mandiri dengan menghadirkan 53 tower apartemen dengan nilai proyek Rp 200 triliun lebih. ‎Di persidangan, terungkap pula bahwa pembiayaan Meikarta melibatkan konsorsium di China dan Malaysia, lewat Peak Asia Investment. Keterangan itu diketahui dari Richard Hendro Setiadi selaku direksi perusahaan pengembang Meikarta.

CEO PT Star Pacific, Samuel Thahir juga dihadirkan sebagai saksi, bersama stafnya, Hanes Citra. Jaksa KPK membuka percakapan antara Hanes dengan Fitradjaja, salah satunya permintaan uang senilai total Rp 60 juta lebih. Uang tersebut disebut jaksa sebagai uang operasional bagi Fitradjaja Purnama, Henry Jasmen dan Taryudi untuk operasional mengurus izin Meikarta.

Hanya saja, itu juga dibantah oleh Hanes. Menurut jaksa, pesan-pesan telpon berisi uang itu sudah dihapus oleh‎ Hanes namun berhasil di recovery kembali. Terkait hal itu, Samuel Thahir membenarkan ada permintaan uang dari Henry Jasmen dan Fitradjaja.

Namun, kata Samuel, permintaan itu ditolak karena permintaan itu salah alamat. Jaksa juga menunjukan pesan WA dari Henry Jasmen yang meminta ditransfer.

"Saya tolak permintaannya karena seharusnya mereka minta ke Meikarta, bukan dari kami," ujar Samuel.

Di pesan WA yang ditampilkan jaksa, tampak pesan WA dari Samuel yang menanggapi permintaan transfer dengan menyebut, "Ok bro, sudah masuk," ujar Samuel. Namun, Samuel membantah dengan dalih, itu percakapan pada 2017 sehingga ia sudah lupa.

Anggota majelis hakim Lindawati sempat menegur para saksi yang selalu membantah. Menurutnya, para saksi menyembunyikan fakta-fakta sebenarnya. Ia melontarkan pertanyaan siapa yang bertanggung jawab.

"Jadi siapa yang bertanggung jawab atas kasus ini," kata Lindawati. Saksi Ju Kian Sali‎m selaku direksi lainnya dari perusahaan pengembang Meikarta mengatakan bahwa Meikarta dibidangi oleh board of direction

"Siapa itu board of director," tanya Lindawati. Ju Kian Salim menyebut jajaran direksi. ‎Lindawati kembali bertanya siapa pemimpin tertinggi direksi, Ju Kian menyebut Bartholomeus Toto.

"Pemimpin tertinggi jajaran direksi ya pemilik perusahaan pengembang Meikarta, pak Toto (Bartholomeus)," ujar Ju Kian.

Catatan Tribun selama mengikuti persidangan kasus suap yang ditangani KPK di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, perkara suap Meikarta terbilang rumit. Terutama, mengurai peran setiap terdakwa. Contohnya saja, kesaksian para saksi di sidang Rabu (30/1).

KPK pun sempat menyebut bahwa kasus suap ini terbilang rumit karena melibatkan banyak perantara dan sandi yang kompleks. Soal sandi, itu terbukti di persidangan. Misalnya, sandi Bantul yang menyebut pada Pemkab Bekasi, Yogyakarta merujuk pada Pemprov Jabar dan J2 pada Wakil Gubernur Jabar, CD untuk uang.

"Kami menemukan modus dan metode yang cukup rumit di kasus Meikarta dandingkan kasus lain," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Rabu, 23 Januari 2019.‎(men)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini