TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Polda Bali memanggil Siti Sapurah, aktivis Pemerhati Anak Denpasar, Kamis (31/1/2019), untuk dimintai keterangan terkait kasus paedofilia yang diduga dilakukan GI, tokoh di ashram yang berlokasi Desa Paksebali, Klungkung.
Dalam pemeriksaan sekitar tiga jam itu, Ipung--panggilan akrabnya--mengakui, banyak hal yang diceritakannya kepada Kasubdit 4 Renata Ditreskrimum Polda Bali.
Ipung menuturkan, dari penjelasannya itu, Kasubdit 4 Renata Ditreskrimum Polda Bali AKBP Sang Ayu Putu Alit Saparini berusaha menyambungkan benang-benang yang putus, sebagaimana diketahui lamanya kasus tersebut.
"Yang saya ceritakan tadi ada dua peristiwa yang berbeda dengan korban yang berbeda. Yang tadi kita matangkan itu kejadian tahun 2008 yang mana ada 12 anak yang kabur dari ashram karena mengalami kekerasan seksual. Polisi akan berangkat dari informasi itu," kata Ipung.
"Tadi penyidik hanya meminta saya menjelaskan. Dan nama-nama yang saya jelaskan nanti kepolisian berangkat dari sana. Mulai dari situ polisi akan bisa melakukan investigasi. Penyidik juga meminta nama-nama orang yang hadir dalam rapat pertemuan 2015. Malam itu ada satu korban yang hadir juga. Kalau gak salah bulan Maret 2015," jelasnya, di hadapan wartawan.
Ditanya mengenai tanggapan Kasubdit 4 Renata Ditreskrimum Polda Bali sesuai dengan apa yang ia sampaikan, kata dia Polda Bali mendukung pengungkapan kasus tersebut.
"Ibu Kasubdit bilang, saya mencoba merangkai benang-benang yang putus ini untuk saya sambungkan. Jadi informasi dari kamu Pung saya akan jadikan info penting, siapa yang saya harus saya temukan. Tapi tolong jika kamu dapat informasi apapun kabari ke saya," kata dia mengutip perkataan Kasubdit 4.
Ipung sendiri mengakui dirinya pernah bertemu seorang korban saat mengurus kasus tersebut tahun 2015 silam.
Baca: Oknum Pilot Diduga Curi Jam Tangan di Bandara Ngurah Rai Seharga Rp 4.950.000, Aksinya Terekam CCTV
Ia melihat respons luar biasa dari Polda untuk menyelesaikan dugaan kasus itu.
Dalam pertemuan bersama Kasubdit, Ipung ditemani dua orang temannya yang juga bertahun-tahun memperhatikan kasus itu, yakni Dwitra J Ariana dan I Wayan Setiawan.
Ariana yang ikut dalam pertemuan itu mengaku senang karena kasus tersebut sudah mendapat banyak respons.
"Hal itu yang membuat saya selalu ingin menyuarakan lewat media sosial. Kalau disuruh nyari korban sendiri, saya takut saya dibilang melanggar hukum. Dan bukan wewenang saya. Banyak sekali kasus kriminal tidak masuk ke ranah hukum karena tidak mendapat perhatian masyarakat. Saya hanya masyarakat biasa yang memiliki perhatian lebih pada kasus ini. Beda dengan kasus-kasus pencurian, misalnya," kata Ariana.
"Kalau pelecehan seksual walaupun hal yang jauh lebih mahal dari materi apapun di dunia itu hilang, tapi korban tidak mau menyuarakan. Kenapa? Karena malu, aib. Bukan hanya hukuman dari masyarakat," katanya.
Kasus Paedofilia
Diberitakan sebelumnya, aktivis peduli anak, Siti Sapurah meminta Polda Bali serius mengusut kasus paedofilia belasan anak dengan terduga GI, tokoh besar di Bali ini.
Menurutnya, kasus ini mandek selama 10 tahun lantaran tidak ada yang berani melaporkan GI ke polisi. Selain karena GI tokoh berpengaruh, dia juga seorang guru spiritual.
"Pada saat aktivis ini tidak berani melapor, saya telepon Kasubid 4 Polda Bali, bisa nggak Polda Bali itu turun tangan. Jangan tunggu kami melapor," ucap Ipung, Selasa (29/1/2019) lalu.
Baca: Bule Mengamuk hingga Obrak-abrik Kantor Konjen Swiss di Denpasar, Petugas Terpaksa Membiusnya
Menurut Ipung, kasus dugaan paedofilia di salah satu ashram di Kabupaten Klungkung ini terjadi sejak 2008. Diduga korban kasus ini bertambah di tahun berikutnya.
Terakhir, 2015 dilaporkan diduga ada empat anak menjadi korban, namun belum terungkap hingga kini.
Hingga kemudian, kasus ini kembali mencuat ke permukaan bermula dari postingan foto di media sosial yang mengunggah foto istri Gubernur Bali, Putri Koster, bersama terduga pelaku.
Hal ini pun menuai komentar dan viral hingga kemudian istri Gubernur mengundang empat orang pemerhati anak yaitu Siti Sapurah, Dwitra J Ariana, I Wayan Setiawan dan Ria Olsen, untuk bertemu di Wisma Sabha Utama, Denpasar, Senin (28/1/2019) malam.
Ashram Bantah
Terkait Polda Bali yang akan mandalami kasus paedofilia yang diduga dilakukan tokoh di ashram yang berlokasi Desa Paksebali, itu ditanggapi tenang oleh pengurus di ashram.
I Wayan Saridika, salah seorang pengurus ashram, menegaskan, tuduhan tindakan paedofilia yang dilakukan di ashram tersebut tidak lah benar.
Terlebih yang dituduh melakukan tindakan itu adalah GI, seorang tokoh yang sudah dianggap orang tua sendiri oleh murid-murid di ashram itu.
"Tidak ada itu. Tidak ada sama sekali. Kami di sini justru sangat diperhatikan," ungkap Wayan Saridika yang sejak anak-anak menjalani kesehariannya di ashram tersebut.
Ia menjelaskan, aktivitas di ashram sejak awal didirikan tahun 2004 silam berjalan normal.
Selama tinggal di asrham, anak-anak justeru diajari hidup teratur setiap harinya. Bahkan anak-anak di ashram diberikan pendidikan yang layak, hingga ke jenjang perguruan tinggi.
"Tidak ada yang aneh. Kami justru diajarkan hidup teratur. Pagi melakukan puja lalu ke sekolah dan yoga. Bahkan komunitas yoga, juga sering melakukan aktivitasnya di ashram ini. Tidak ada yang aneh-aneh seperti yang dituduhkan," jelasnya.
Menurutnya, dugaan tindak paedofilia ini sudah lama dituduhkan. Namun tuduhan itu tidak beralasan, dan tidak ada buktinya.
"Yang bicara itu kan orang luar, yang sama sekali tidak tahu apa-apa tentang ashram. Tapi kami selama ini, tidak pernah sama sekali diperlakukan aneh-aneh di sini," katanya.
Baca: Baru Bebas dari Penjara, Pentolan Ormas di Bali Dilaporkan Istrinya terkait Kasus KDRT
Jarang Datang
Sementara itu GI selaku pendiri dan pemilik ashram, kata Wayan Saridika, jarang datang ke ashram.
Selama ini GI lebih sering beraktivitas di Denpasar, dan hanya ke Klungkung jika ada tamu tertentu yang akan berkunjung ke ashram.
"Beliau (GI) jarang ke Klungkung. Datang ke ashram jika ada tamu. Saat ini, di sini tinggal sekitar 11 orang yang sekolah dari jenjang SD sampai perguruan tinggi. Kami diberikan beasiswa pendidikan selama tinggal di sini," ungkapnya.
Sementara itu, Kasubdit 4 Renata Ditreskrimum Polda Bali AKBP Sang Ayu Putu Alit Saparini saat diwawancarai usai membawakan materi di Desa Sanur Kauh perihal Kekerasan Seksual terhadap anak mengatakan, pihaknya kini tengah mencari dan mendalami informasi yang beredar.
"Pembentukan tim khusus itu, saya belum bisa bicara. Karena kami harus mencari informasi. Kan laporan nggak ada. Makanya kami perlu cari informasi datangnya ini. Apakah benar informasi itu. Perlu kita cek lagi," katanya.
"Tentu itu jadi tugas kami. Ini kan juga baru dimunculkan. Kalau kita bergerak dari tidak ada korban kan tidak mungkin," kata dia.
"Misalnya kalau hanya dengar isu, tapi kan harus kita ketahui korbannya siapa. Kita mau wawancarai bagaimana prosesnya, bagaimana terjadinya kan perlu kita dapat, kalau nggak dapat kan tidak bisa. Jadi perlu korbannya, di mana tempatnya, kejadiannya bagaimana. Perlu diketahui petunjuknya. Artinya masih perlu kebenaran terhadap informasi itu. Karena setahu saya tidak pernah ada laporan. Inikan masih isu," jelasnya.
Dirreskrimum Polda Bali Kombes Pol Andi Fairan saat ditemui di halaman depan Ditreskrimum Polda Bali ditanya mengenai dugaan kasus ini mengaku serius terhadap informasi, apalagi menyangkut soal kejahatan terhadap anak.
"Kami sedang mencari tahu, mencari informasi mengenai kebenaran pemberitaan ini. Karena selama ini yang kita dengar hanya kata si A, kata si B. Kita cuma dengar yang 'katanya'. Jadi ini kami sedang menyelidiki," kata Fairan yang tampak buru-buru.
Artikel ini telah tayang di Tribun-bali.com dengan judul Polda Bali Panggil Ipung, Pengurus Ashram di Klungkung Membantah Terkait Paedofilia