Laporan Wartawan Tribun Jateng, Budi Susanto
TRIBUNNEWS.COM, PEKALONGAN - Penurunan muka tanah di wilayah Kota Pekalongan kian hari kian mencemaskan.
Berdasarkan penelitian Lembaga Patnership Kemitraan Tata Kelola Pemerintahan, penurunan tanah di Pekalongan mencapai 25-34 sentimeter atau hampir setengah meter pertahun.
Ditambah lagi banyaknya pengeboran sumur tanah yang dilakukan para pengerajin batik mengakibatkan dampak banjir rob semakin parah setiap tahunnya.
Kepala Progran Studi (Kaprodi) Batik Universitas Pekalongan (Unikal) Mutadi, menerangkan jika pengeboran tidak dihentikan lama-kelamaan Kota Pekalongan akan tenggelam.
"Jika masyarakat Kota Pekalongan terus melakukan pengeboran sama saja membunuh diri sendiri, karena pembuatan sumur bor mempercepat penurunan muka tanah," katanya, Jumat (8/2/2019).
Mutadi menjelaskan solusi kurangnya pasokan air untuk konsumsi manusia dan industri batik harus segera dicarikan solusi.
“Kini masyarakat berebut air bersih dengan penggunaan air untuk produksi batik,” paparnya.
Ia menjelasnkan, proses produksi batik rumahan yang berkisar antar 10 hingga 20 kodi bisa menghabiskan air bersih 60 liter sehari hanya untuk proses pewarnaan.
“Untuk proses pelorotan lilin dalam sehari bisa menghabiskan 140 liter air, rata-rata untuk industri batik sekala rumahan dalam satu pekan bisa menghabiskan sekitar 450 liter air bersih,” tuturnya.
Mutadi memaparkan konsumsi air dalam produksi batik skala rumahan sama dengan konsumsi personal manusia, di mana menurut ilmu lingkungan konsumsi personal menghabiskan air sekitar 114 liter dalam sehari.
“Proses pewarnaan dan pelorotan lilin memang tidak bisa menggunakan air payau, karena hasil akhirnya baik warna dan tekstur kain akan berbeda. Namun, jika eksploitasi air tanah tidak dibatasi Pekalongan berpotensi tenggelam,” tambahnya. (*)