Laporab Wartawan Tribun Lampung Dedi Sutomo
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Pemantauan aktivitas Gunung Anak Krakatau (GAK) berada di Selat Sunda, Jumat (15/2/2019), mendapati adanya gempa tremor menerus (mikrotremor).
Berdasarkan data dari Magma VAR (vulkanik activity report) Badan Geologi, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM pos pemantaun GAK, gempa tremor teramati dengan amplitudo 1-10 mm (dominan 1-2 mm).
"Kami juga memantau adanya gempa vulkanik dalam sebanyak 42 kali dengan amplitude 10-17 mm, S-P : 0,5 - 8 detik dan durasi 0,4 - 12 detik. Ini pantauan sejak pagi hingga pukul 18.00 wib," kata petugas pos pantau GAK Suwarno di Desa Hargopancuran.
Dirinya mengatakan gempa tremor menerus (mikrotremor) kemungkinan karena terbukanya celah energi yang mendorong ke atas.
Tetapi untuk pemantauan secara visual ke GAK terhalang kabut. Sehingga tidak teramati adanya asap kawah.
Baca: Gunung Anak Krakatau Masih Berstatus Siaga, Ini Update Kondisi Terbaru
"Gunung tidak bisa terlihat karena tertutup kabut dan mendung. Sehingga tidak teramati apakah ada asap kawah," terang Suwarno.
Sampai dengan saat ini status GAK masih pada level III Siaga.
Para pengunjung dan juga nelayan dilarang mendekati gunung api yang ada di selat Sunda itu pada radius 5 kilometer.
GAK sendiri pada akhir tahun 2018 lalu mengalami erupsi besar yang memicu terjadinya tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018 yang meluluhlantahkan pesisir Lampung Selatan dan Banten.
Pasca mengalami erupsi besar, GAK mengalami perubahan bentuk fisik.
Dimana saat ini ketinggian gunung api yang tumbuh kembali di kaldera induknya yang meletus pada 1883 silam itu tinggal 110 mdpl (meter dari permukaan laut).
Sebelum erupsi besar, ketinggian GAK mencapai 338 mdpl.
Erupsi besar yang membuat sebagian besar badan gunung longsor ke laut inilah yang menjadi pemicu terjadinya tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018.