TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Wajah Yaumani terlihat sumringah.
Di sela mempersiapkan acara tasyakuran haji di rumahnya, nenek 62 tahun ini bercerita panjang lebar saat ditemui Surya di kediamannya, Kamis (11/9/2019).
Mbak Um, panggilan Yaumani, tinggal di rumah sederhana di Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo tersebut bersama anak keduanya, Farida, serta dua cucunya.
Sementara anak pertama, tinggal di belakang rumahnya.
"Anak saya yang pertama punya tiga anak. Jadi saya sudah punya lima cucu," ujar Mbak Um saat berbincang dengan Surya.
Baca: Di Depan Penyidik KPK, Bupati Meranti Ngaku Nggak Kenal Bowo Sidik
Baca: Bahan-Bahan Plastik yang Digunakan di Indonesia Saat Ini Mayoritas Masih Impor
Baca: 5 BERITA POPULER Kamis Ini: Pesan Terakhir Korban Tabrak Lari, 2 Polwan Menyamar PSK, Rey dan Pablo
'Kembaran' Shin Tae-yong yang Aslinya Tak Gila Bola, Suwito Sosok Mirip Pelatih Timnas U23 Indonesia
Breaking News: Ketum PSSI Resmi Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong Sebagai Pelatih Timnas Indonesia!
Yaumani tinggal di rumah ini bersama orangtuanya sejak kecil. Dia juga besar di situ dan tinggal di sana bersama suami, dua anaknya, plus orangtuanya.
Tahun 1978, Yaumani berstatus janda setelah ditinggal suaminya.
Diapun harus menghidupi dua anaknya yang saat itu masih kecil-kecil, ibu dan adiknya yang tinggal bersamanya.
Setelah beberapa tahun kerja serabutan, sejak sekira tahun 1990-an, Yaumani memulai usahanya berjualan lontong kupang.
Dia keliling ke berbagai tempat dengan berjalan kaki untuk menjajakan dagangannya.
"Jalan kaki, jualannya saya sunggi (taruh di atas kepala). Tidak pernah libur, demi anak-anak yang masih kecil dan ibu saya," kisah perempuan tangguh ini.
Bertahun-tahun aktivitas itu dia geluti.
Bahkan, dia kerap berjualan sampai ke Mojokerto dan beberapa daerah lain di luar Tanggulangin. Seperti di Porong dan berbagai wilayah lain.
Biasanya, dari rumah sampai ke jalan raya yang berjarak lebih dari 5 kilometer, dia naik sepeda pancal.
Kemudian ke Mojokerto atau ke daerah lain naik bemo. Di sana baru jalan kaki keliling sambil nyunggi dagangannya.
Baca: Bukan Ikan Asin, Hotman Paris Ungkap Perkataan Paling Menyakitkan Galih Ginanjar untuk Fairuz
Baca: Profil Karen Vendela Hosea, Wanita yang Baru Saja Dilamar Boy William
Baca: Ruangan SDN Blang Keudah Tiro Dipenuhi Kotoran Kambing, Begini Penjelasan Kepala Sekolah
Dirinya mengaku hanya selalu berusaha dan berniat mencari rejeki untuk keluarga.
Sehingga ketika dagangan tidak habis terjual juga tidak pernah mengeluh.
"Kalau tidak habis ya dibawa pulang. Kan bisa dimakan bersama anak-anak di rumah," ujar Mbak Um.
Dengan pendapatan pas-pasan, dia tetap selalu bertekad agar anak-anaknya bisa hidup lebih baik.
Meski dirinya hanya sekolah MI (setingkat SD), dia tidak mau anak-anaknya tidak sekolah.
"Biar saya saja yang rekoso (sengsara), anak-anak harus sekolah. Harus lebih pinter dari saya.
Makanya, meski harus hutang ke sana-kemari, saya lakoni demi sekolah anak," tutur perempuan bertubuh kurus itu.
Diceritakannya, saat dua anaknya sudah sama-sama SMA, kerap bingung setiap kali harus bayar sekolah.
Untungnya, dua anaknya juga sabar, sehingga mau gantian.
Baca: Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai Tidak Lolos Seleksi Administrasi Capim KPK
Baca: Kain Kasa Busuk di Dalam Perut Pasien, Polisi Akan Gelar Perkara Dugaan Malpraktik RS di Tubaba
Terkadang anak pertama dulu dibayari, kadang sebaliknya.
"Kalau tidak ada uang ya apapun saya jual. Biasanya saya jual cincin atau anting emas untuk bayar sekolah. Tidak apa-apa demi anak," tambahnya.
Karena lokasi sekolah jauh, anak-anaknya saban hari harus nebeng ke tetangga untuk berangkat dan pulang sekolah.
Bahkan, acap kali Mbak Um tak punya uang untuk memberi uang saku kepada anaknya.
Jika itu terjadi, biasanya anak-anak dipinjamkan uang ke tukang ojek atau ke pedagang di pasar.
Sore hari setelah pulang dari keliling jualan kupang, hutang untuk uang saku anaknya baru dibayar.
Meski berpuluh tahun bekerja keras, dia bersyukur anak-anaknya bisa sekolah semua.
Sampai dua anaknya berkeluarga pun, Mbak Um masih terus melakoni kesibukannya jualan kupang keliling.
Kesibukannya juga bertambah dengan jualan lontong.
Dia membuat lontong kemudian dititipkan ke beberapa warung di sekitar Tanggulangin. Seperti warung bakso, warung makan, dan sebagainya.
Karena tanggungan sudah berkurang, anak-anak sudah berkeluarga, Mbak Um jadi bisa menabung. Caranya, setiap kali punya rejeki lebih selalu dibelikan perhiasan emas. Selain itu juga ikut arisan, dan saat dapat arisan juga kemudian dibelikan perhiasan.
Suatu saat, ada keluarganya yang butuh uang, kemudian beberapa perhiasannya pun dipinjamkan. Nah, saat dikembalikan, perhiasan itu diberikan dalam bentuk uang.
"Saya ingat, nilainya sekitar Rp 20 juta. Waktu itu saya juga bingung mau saya pakai untuk apa, kemudian anak pertama saya menyarankan untuk daftar haji saja.
Saya awalnya ragu, karena uang masih kurang, tapi dengan semangat dari anak-anak, akhirnya saya putuskan untuk daftar," urainya.
Waktu berjalan, penjual Kupang keliling itupun bisa melunasi ongkas hajinya.
Dia ikut dua arisan di dekat rumah, dan setiap kali dapat arisan, langsung disetorkan.
"Alhamdulillah lunas, dan ada sedikit kelebihan untuk uang saku (berangkat haji).
Saya sama sekali tidak pernah menyangka dan mengira bisa naik haji, wong hanya jualan kupang lontong saja," akunya sambil berkaca-kaca.
Musim haji tahun ini, Mbak Um berangkat ke tanah suci. Dia dijadwalkan berangkat ke sana tanggal 5 Agustus nanti, dari Bandara Internasional Juanda. (M Taufik)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Penjual Lontong Kupang di Sidoarjo Tak Menyangka Bisa Menunaikan Ibadah Haji,