TRIBUNNEWS.COM, NUNUKAN - Bagas Purwanto, balita asal Kabupaten Nunukan ini terjangkit virus Rubella. Sekilas jika dipandang dengan mata, Ade Bagas terlihat seperti anak yang normal pada umumnya.
Namun pada kenyataannya kedua telinganya mengalami gangguan pendengaran yang sangat berat. Telinga kanan 120db dan kiri 110db.
Dokter menyarankan untuk pemasangan implan koklea, dimana biaya untuk satu telinga berkisar Rp 250 juta hingga Rp 300 juta.
Hati orang tua mana yang tak miris jika mendengar itu, anak ketiga dari pasangan dari Agus Purwanto dan Noor Julia Astuti ini terpaksa harus bolak balik rumah sakit untuk mendapat penanganan intensif.
Julia menceritakan awal kisahnya, dampak buruk Rubella waktu ia hamil mengandung Bagas.
Berawal dari kehamilan yang tidak diketahui, kemudian wanita berhijab ini terkena penyakit kerumut yang merupakan virus Rubella dan parahnya saat awal kehamilan (trisemester pertama).
Baca: Diminta Sebut Partai Tak Dukung Jokowi Minta Kursi, Adian Napitupulu Sontak Tatap Andre Rosiade
Baca: Terseret dalam Hoaks Daftar Menteri, Erick Thohir Serahkan Pada Kementerian Kominfo
Baca: Terus Disenggol Lawan, Hotman Sebut Kasus ‘Bau Ikan Asin’ Tak Lagi Fokus, Cincin Rp 8 M Jadi Taruhan
"Saya kira semua akan baik-baik saja, tepat pada tanggal 9-9-2018 di RSUD Nunukan lahirlah Bagas, seorang bayi laki-laki, sungguh luar biasa bahagia," kata Julia.
"Tapi saat itu anak saya harus masuk ruang Perinatologi dan incubator selama 22 hari. Bagas mengalami sepsis, trombositnya sangat rendah dan leoukositnya tinggi," kata Julia.
Selain itu, usia 5 hari, Bagas harus menjalankan operasi pertama pemasangan infus, melalui pembuluh darah besar atau disebut dengan Vena Seksi dan pengelupasan kulit (debridemen) pertama.
"Sedih melihatnya, kaki mungilnya kelamaam menghitam akibat dari air infus yang tidak masuk di pembuluh darah. Tapi hanya di kulit yang disebabkan oleh peradangan pembuluh darah dan harus dilakukan pengelupasan kulit (debridemen) kedua. Sedih melihat Ade Bagas terus menangis dan kelaparan karena harus puasa berjam-jam," kata Julia.
Apalagi, lanjut Julia, setiap hari kakinya harus dibersihkan.
"Ya Allah, sedih melihat dia, setiap hari meronta menangis kesakitan selama dirawat," akunya.
Setelah ke luar dari rumah sakit, Bagas harus kontrol setiap dua hari sekali, selama kurang waktu lebih 2 bulan.
"Itu untuk membersihkan dan mengganti perban," keluhnya.
Perjuangan Bagas tak berakhir sampai disitu.
Ternyata setelah ke luar dari rumah sakit fisiknya sangat lemah, tak bisa terkena udara lembab, debu, dan asap maka dia akan sakit.
"Di usia enam bulan, anak saya kembali dirujuk ke RS Tarakan, untuk dilakukan pemeriksaan jantung. Dan hasilnya, sungguh luar biasa Allah uji lagi keluarga kami," ucap Julia.
Jantung Bagas belum menutup sempurna dengan Patent foramen ovale (PFO) adalah penyakit jantung bawaan ketika lubang (foramen ovale) dengan diameter 2mm.
Dokter pun menganjurkan untuk kontrol setiap 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun untuk observasi. Namun, belum kembali kontrol untuk yang kedua kali.
Melihat itu semua, sebagai seorang ibu, Julia merasa ada yang salah, ada yang berbeda dengan anaknya.
Selama pertumbuhamnya Bagas tidak respon dengan suara apapun itu. Julia pun sangat takut terjadi apa-apa dengan anaknya.
"Aku ini takut sekali, kemudian saya periksa ke dokter, THT dan benar ternyata pendengarannya tidak respon. Kemudian disarankan konsul ke dokter spesialis THT-KL, tetapi di Nunukan belum ada alat untuk pemeriksaan OAE dan BERA yaitu skrining pendengaran," ujar Julia.
Baca: Bocah 8 Tahun Dipukuli dan Diinjak-injak Ayahnya Hingga Babak Belur, Warga Tak Bisa Menolong
Baca: 4 Warga Tewas, Register 45 Mesuji Dijaga Ketat Polisi dan TNI
Baca: Soal Video Bau Ikan Asin, Barbie Kumalasari Merasa Dijebak Pablo Benua
Menurutnya, OEA tes yang menggunakan alat seperti headset, sedangkan BERA (brainstem evoke respinse audiometry) yaitu merekam respon otak menggunakan elektroda yang tersambung dengan mesin.
"Dari dokter spesialis THT dirujuk lagi ke RS AM Parikesit Tenggarong. Kemudian selama disana dilakukan pemeriksaan OAE dengan hasil REFER telinga kiri dan kanan yang artinya telinga kiri dan kanan harus periksa ulang atau dilanjutkan dengan BERA," kata Julia.
"Berhubung pakai BPJS harus daftar tunggu sampai 300 lebih dan untuk BERA di RS AW Sjahranie Samarinda dilakukan pemeriksaan hanya 1 pasien setiap hari. Maka bisa dibayangkan harus berapa lama kami menunggu," keluh Julia.
Kemarin, pada pada tanggal 25 Juni 2019 Julia membawa anaknya untuk melakukan pemeriksaan ASSR dan BERA.
Hasil dari ASSR dan BERA menyatakan, bahwa Bagas dengan gangguan pendengaran yang sangat berat, dan itu artinya Bagas akan seumur hidup harus memakai alat bantu dengar.
"Masya Allah saya kaget, mendengar harga alat bantu itu luar biasa mahalnya. Untuk pemasangan implan koklea sekitar Rp 250-300 juta untuk 1 telinga, bayangkan jika untuk dua telinga," kata Julia
Julia pun menyarankan, untuk semua ibu hamil untuk suntik Rubella dan selalu mengecek kesehatan.
"Sekarang umur anak saya sudah 10 bulan, saat ini sudah mulai belajar tengkurap dan duduk. Alhamdulillah walaupun terlambat tapi ada kemajuan," katanya.
Wanita berhijab ini berharap bantuan Pemerintah setempat untuk pengobatan anaknya.
Jika warga Kaltim dan Kaltara ingin membantu bisa langsung menghubungi 085350233922 Julia Astuti atau klik di kitabisa.com.
Semoga Bagas Purwanto segera sembuh.
Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan judul Sedih, Bayi di Nunukan Terjangkit Virus Rubella, Pendengarannya Tak Merespon