TRIBUNNEWS.COM, BALI - I Komang Sarjana (50) nama lengkapnya. Pria asal Banjar Dinas Abang Kaler, Desa/Kecamatan Abang ini biasa disapa "Sarjana Gagal" lantaran nasibnya tidak seindah sarjana pada umumnya.
Teruna lingsir yang hidup sebatang kara ini masuk keluarga miskin.
Kehidupan keseharian Komang Sarjana tidak sama dengan sarjana lainnya. Hidupnya serba kekurangan.
Dia tinggal hanya seorang diri di gubuk berukuran 2 x 1,5 meter. Berdinding bedeg yang hampir sebagian berlubang.
Sedangkan atapnya hanya memakai asbes dan baliho. Lantai pun beralas tanah.
Selasa (13/8/2019), Sarjana mengaku tinggal digubuk reyot sejak dua tahun lalu.
Gubuk ini jadi tempat tidur, masak air dan nasi.
Menurutnya, kondisi gubuk itu sudah reyot dan tak layak ditempati.
Diceritakan, saat hujan datang air akan masuk ke dalam gubuknya, lantai pun becek dan ia kedinginan sepanjang malam.
Sarjana terbiasa tidur tanpa penerang lantaran tak ada aliran listrik. Dia tidur hanya berteman dengan kayu bakar.
"Sudah biasa pakai kayu untuk alas tidur. Terpaksa tinggal di sini dikarenakan tak ada tempat lain. Walaupun kondisi gubuk seperti ini tetap bahagia," kata Mang Sarjana.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Sarjana mengandalkan pemberian orang lain karena tak bekerja.
Biasanya dia berutang di warung jika tak ada pemberian dari orang lain.
Pria paruh baya ini berharap ada bantuan dari pemerintah daerah (Pemda) Karangasem. Seperti program bedah rumah dan bantuan lain.
"Kalau seandainya tak ada uang atau pemberian warga, terpaksa tak makan seharian. Cuma minum saja. Kemarin saya diberikan bantuan uang dari sebuah komunitas. Tapi bantuannya habis untuk biaya keperluan tiap harinya," ungkap Sarjana.
Kepala Dusun Abang Kaler, I Ketut Madiasta menjelaskan, Komang Sarjana sempat tinggal di rumah tetangganya, Ni Wayan Rinci.
Selain itu, namanya juga masih numpang di kartu keluarga (KK) milik Ni Wayan Rinci sementara.
Namun Sarjana kemudian pindah dan memilih membangun gubuk karena tak enak hati.
"Kasihan Komang Sarjana. Nasibnya tak sebaik sarjana lain. Ayahnya Sarjana sudah tiada, sedangkan ibunya masih dan tinggal bersama keluarganya di Desa Datah," ungkap I Ketut Madiasta.
Dikatakan, lahan yang dipergunakan membangun gubuk itu milik warga sekitar alias pinjam.
"Kita akan komunikasi dengan pemilik tanah kalau seandainya ada bantuan bedah rumah. Setidaknya bisa meminjam tanah untuk tempat sementara," imbuh Ketut Mudiasta.
Saat ini Sarjana hanya memelihara satu ekor sapi milik orang lain. Aktivitas kesehariannya hanya cari rumput.
Perbekel Desa Abang, I Nyoman Sutirtayana mengutarakan hal sama.
Kondisi gubuk yang ditempati Sarjana disebut memprihatinkan dan jauh dari kata layak.
Pihaknya belum bisa mengusulkan bantuan bedah rumah atau bantuan lainnya karena namanya masih numpang di KK tetangga, Ni Wayan Rinci.
"Ni Wayan Rinci ini kan termasuk KK miskin dan penerima bantuan raskin. Kalau seandainya berbicara aturan, dalam satu KK tak boleh ada dua penerima bantuan. Jika Sarjana ingin mendapat bantuan harus keluar dari KK Ni Wayan Rinci," jelas Nyoman Sutirtayana, siang kemarin.
Ia pun berencana akan membuatkan KK baru untuk Komang Sarjana, sehingga mendapat bantuan.
"Kita akan fasilitasi agar dapat bantuan dari pemerintah daerah. Seperti program bedah rumah, dan keluarga harapan. Sekarang yang dapat bantuan cuma Dadong Rinci," akuinya.
Ditambahkan, jumlah penduduk di Desa Abang mencapai 1.141 KK. Sesuai data terpadu (BDT) jumlah KK miskin di Desa Abang sebanyak 312 KK, tersebar di beberapa banjar.
Pihaknya mengaku masih ada warga Abang yang tercecer, alias tidak mendapat bantuan dari pemerintah daerah. (*)
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Hidup di Gubuk Reyot Tak Layak Huni, Nasib Komang Sarjana Tak Seindah Sarjana Umumnya, https://bali.tribunnews.com/2019/08/14/hidup-di-gubuk-reyot-tak-layak-huni-nasib-komang-sarjana-tak-seindah-sarjana-umumnya?page=all.