Alasan Pemerintah Blokir Internet di Papua, Twitter Disebut Media Paling Banyak Menyebarkan Hoax
TRIBUNNEWS.COM - Aksi kerusuhan kembali terjadi di Papua.
Kejadian kontak senjata diikuti ribuan massa yang terjadi di Wagethe, Ibukota Deiyai, tepatnya di halaman Kantor Bupati Deiyai Papua, pada Rabu (28/8/2019).
Peristiwa ini mengakibatkan satu anggota TNI tewas terkena panah dan 4 lainnya terluka.
Untuk mengurangi provokasi yang semakin meluas, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara menyebutkan masih membatasi akses internet di Papua.
Twitter dinilai sebagai media yang paling banyak menyebarkan konten hoax, diikuti Youtube, Instagram dan Facebook.
Mengutip TribunTehno, Rudiantara menyatakan ada 270.000 kanal berita bohong atau hoax yang bertebaran di media sosial terkait rusuh di Papua.
Hal inilah yang menjadi alasan pemerintah membatasi akses internet di Papua.
Soal & Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 11 SMA Halaman 116 : Menemukan Arti Kosakata dengan KBBI
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 11 Hal 101: Apa arti kosakata 'Mantra' dengan menggunakan KBBI?
"Situasi Papua di layar komunikasi yang dibatasi, apa yang dibatasi? Hanya data."
"Kita masih bisa berkirim SMS kita masih bisa menelepon dan menerima telepon," tutur Menkominfo saat acara Mukernas Persatuan Radio TV Publik Daerah Seluruh Indonesia (Persada.id) di Atria Hotel, Serpong, Tangerang, Rabu (28/8/2019).
SMS dan telepon tidak dibatasi, menurut Rudiantara membaca SMS akan membuat seseorang dapat berpikir sejenak dan tidak langsung menelan mentah-mentah informasi.
Berbeda dengan video, orang akan langsung menerima informasi dan menelannya tanpa berpikir panjang.
"Mengapa SMS masih diperbolehkan. Kecenderungan secara psikologis kalau membaca ada kesempatan orang mencerna ini benar atau tidak," terang Menkominfo.
Baca: TNI Ungkap Kronologi Kerusuhan di Deiyai Papua: Massa Serang Aparat Dengan Panah dan Parang
Baca: Rusuh di Deiyai Papua: Aparat Ditembaki Hingga Aksi Masa Dikoordinir Komite Nasional Papua Barat
Kominfo meminta maaf
Pemerintah belum bisa memastikan kapan blokir akses internet di Papua dan Papua Barat dicabut.
Melansir Kompas.id, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara pun meminta maaf akan hal itu.
“Saya bersimpati kepada saudara-saudara kita di Papua. Saya mohon maaf kalau memang (pemblokiran akses layanan data) ini turut memberi dampak,” kata Rudiantara ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (25/8/2019).
Menurutnya, propaganda di dunia maya di dua provinsi tersebut belum berhenti meski diakuinya suasana sudah kondusif.
Propaganda yang ia maksud tak hanya terjadi di lingkup nasional tapi sudah menyebar ke dunia internasional.
Baca: Kontak Senjata di Papua, Polisi Duga Penyerangan Libatkan KKB dan Imbau Masyarakat Tak Terprovokasi
Baca: BERITA TERKINI Kontak Senjata di Papua, Dugaan Polri hingga Moeldoko Sebut Ada Provokasi
Rudiantara menjelaskan, mayoritas konten yang disebar di dunia maya bertentangan dengan hukum, antara lain, memprovokasi, menghasut, bahkan mengadu domba.
Itulah alasannya mengapa blokir internet belum kunjung dicabut.
“Saya berharap bisa secepatnya (dicabut). Namun masih belum ada indikasi dari sisi waktu sampai sekarang,” katanya.
Sebelumnya, Rudiantara mengatakan, kabar hoaks tentang kerusuhan di Papua dan Papua Barat disebut masih banyak beredar di masyarakat.
Salah satu persebarannya adalah melalui pesan pendek atau SMS.
Pada Kamis (22/8/2019) malam lalu, dirinya mengaku menerima SMS berantai yang isinya mengajak warga untuk berkumpul di Jayapura untuk menggelar aksi protes pada Jumat pagi.
"SMS tersebut menyebar hingga ke luar Papua," kata Rudiantara saat menghadiri perhelatan e-sport bertajuk "Games Land Party" di Surabaya, Sabtu (24/8/2019).
Pada Jumat pagi, Rudiantara mengaku menghubungi Kapolda Papua.
Ternyata, tidak ada aksi massa si Jayapura. Rudiantara mengatakan bahwa situasi di sana saat itu tenang dan kondusif.
"Sudahlah, kalau ketemu SMS seperti itu dihapus saja," ujarnya.
Baca: Korlap Aksi Massa yang Bentrok di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya Jadi Tersangka
Di dunia nyata di Papua dan Papua Barat, kata dia, saat ini memang terlihat kondusif dan terkendali.
Namun di dunia maya, Rudiantara menyatakan, informasi hoaks masih bertebaran.
Atas fakta itu, pihaknya mengambil kebijakan membatasi data internet di Papua sejak sepekan terakhir.
Dia belum bisa memastikan kapan pembatasan akan berakhir.
Kementerian Kominfo juga menunggu masukan dari penegak hukum tentang kondisi dan situasi di Papua pasca kerusuhan.
Baca: Kronologi Baku Tembak di Deiyai Papua: Massa Pengunjuk Rasa Rampas Senjata Api Lalu Tembaki Aparat
Rudiantara menyebut, pembatasan data internet di Papua memiliki landasan hukum di antaranya UUD 1945, Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 40 dan Undang-undang Telekomunikasi.
Melansir Siaran Pers Kominfo tentang pemblokiran layanan data di Papua dan Papua Barat pada Jumat (23/8/2019).
Pemblokiran data internet pada layanan operator seluler masih berlanjut.
Pemblokiran layanan data atau internet tersebut akan berlangsung sampai situasi dan kondisi Tanah Papua benar-benar normal.
Untuk saat ini, masyarakat tetap bisa berkomunikasi dengan menggunakan layanan panggilan telepon dan layanan pesan singkat/SMS.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Kominfo dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait pada Jumat (23/8/2019) pukul 16.00 WIB.
Pemerintah menyimpulkan bahwa meskipun situasi dan kondisi di beberapa kota dan kabupatan di Papua dan Papua Barat mulai berangsur-angsur pulih, namun distribusi dan transmisi informasi hoaks, kabar bohong, provokatif dan rasis masih terbilang tinggi.
Baca: Massa di Deiyai Papua Gunakan Senjata Rampasan untuk Serang Aparat, Korban akan Dievakuasi ke Paniai
Baca: Sepuluh Senjata Api Jenis SS1 V2 Dirampas Massa saat Aksi Kontak Senjata di Deiyai Papua
Setidaknya 33 konten dan total 849 tautan informasi hoaks dan provokatif terkait isu Papua telah diidentifikasi, divalidasi dan diverifikasi oleh Kementerian Kominfo hingga Jumat (23/8/2019) siang.
Ke-33 konten serta 849 tautan konten hoaks dan provokatif tersebut disebarkan ke ratusan ribu pemilik akun media sosial facebook, Instagram, twitter dan youtube.
Untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di Papua dan Papua Barat, sekali lagi Kementerian Kominfo mengimbau warganet di seluruh tanah air untuk tidak ikut mendistribusikan dan mentransmisikan informasi elektronik yang masih diragukan kebenarannya atau yang terindikasi hoaks atau hasutan yang dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan berdasarkan suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA).
Kementerian Kominfo menerima pengaduan konten dari masyarakat melalui pesan whatsApp di nomor 0811 922 4545 atau email di aduankonten@mail.kominfo.go.id serta melalui akun twitter @aduankonten. Pelapor hanya perlu menyertakan nama, tautan pengaduan dan screenschot atau tangkapan layar dari konten negatif atau hoaks yang ingin diadukan.
(Tribunnews.com/TribunTechno/Kompas.com)